Wednesday, July 29, 2009

Mutiara di Ujung Pelupuk Mata

Ini adalah sambungan kisah kemarin........
Pukul 09.30 dagangannya telah habis terjual, ia langsung meluncur ke rumah untuk melihat keadaan istrinya. Sesampai di rumah istrinya sedang menyantap sepiring nasi yang diambilkan karyawannya, melihat istrinya sudah bisa tertawa ia langsung ke belakang untuk memecah kedelai yang telah direbus hingga matang dan telah direndam sehari semalam dengan mesin pemecah kedelai. Pukul 12.00 kedelai siap di bungkus. Ia dan karyawannya makan siang dulu sambil istirahat. Sholat dhuhur dikerjakannya terlebih dahulu.

Pada pukul 13.00 wib mulailah kedelai yang telah ditaburi ragi tempe sebelumnya melompat-lompat ke kantong plastik melalui jembatan tangan karyawannya yang bernama Mustofa. Ukuran kantong palstik itu adalah ¼ kg. Di samping tempe plastik juga ada tempe bungkus daun pisang. Sedang Qorob pergi ke pasar membawa Supra X-nya untuk meminta hasil penjualan Simbok. Tak kurang dari 1 jam hingga ashar menjelang ia baru sampai di rumah dengan membawa keuntungan hasil jualan hari ini. Alhamdulillah dagangannya hari ini laku berat. Air wudlu diambilnya sebelum melaksanakan shalat ashar. Ia sholat dengan khusu’. Dalam doa setelah sholat fardlu ia memohon kepada Allah supaya diberikan kesembuhan untuk istrinya kesembuhan yang tak berbekas, ia juga tak lupa berdoa supaya diberikan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup yang berat ini. Selain itu ia juga memohon agar dagangannya laris dan berkah sehingga bisa membiayai pengobatan istrinya untuk menjaga kesehatan sang kecil sampai kelahirannya. Selain itu fisik Ainah belum bisa digerak-gerakan dengan leluasa dalam waktu ½ bulan ini akibat ia terjatuh di toilet.
Disapanya istrinya yang tiduran di tempat tidur, ia mencoba menghibur dengan guyonan yang tak lucu. Alhamdulillah terjadi kemajuan dalam 10 hari ini, ia sudah bisa jalan walaupun hanya untuk ke toilet. Tapi untuk yang lebih berat seperti mencuci ia belum bisa. Dan lebih alhamdulillah lagi si janin tak merepotkan ibu dan ayahnya. Buktinya, Ainah tak mengidam macam-macam. Tak rewel dan mudah makannya walaupun yang diberikan hanya sayur asem dan tempe goreng dengan nasi liwet yang dimasak Mustofa. Meskipun biasanya wanita jika usia kandungannya berkisar antara 0-2 bulan sering mengidam. Seolah si janin tahu kesibukan ayahnya dan derita sakit yang menimpa ibunya.
Senin ini ia harus memeriksakan kandungan istrinya yang ke-12 kalinya. Pagi-pagi jam 5 ia mulai merapikan si persegi panjang yang dibungkus plastik dan daun pisang berisi kedelai matang bercampur ragi yang diselimuti jamur putih merata alias tempe ke dalam karung. Ia dibantu Mustofa. Buru-buru ia membawa tempe ke Pasar Kutowinangun dengan sepeda motor Supra X. Seperti biasa dagangan itu akan diserahkan kepada Simbok, sampai di sana ia langsung pamit pada Simbok karena harus segera mengedarkan dagangannya yang di rumah. Dan setelah itu ia harus mengantarkan Ainah periksa pukul 9 ke poliklinik. Pukul 6 Qorob telah sampai di rumah, dagangannya sudah siap untuk diedarkan karena sudah ditata Mustofa. Di jalan raya yang tak macet dalam mengedarkan tempe ia melihat seorang bapak-bapak bergaya flamboyan mengen-darai sepeda dengan santainya di sebelah kiri jalan raya. Entah kenapa di Indonesia yang katanya mayoritas masyarakatnya adalah muslim tapi jalannya di sebelah kiri, sedangkan di Inggris penduduknya yang sebagian besar beragama Kristen malah jalannya di sebelah kanan. Padahal Rasulullah Muhammad SAW lebih menekankan kepada kita dalam melakukan sesuatu khususnya yang baik-baik dengan yang kanan atau mendahulukan sebelah kanan daripada sebelah kiri. Contohnya wudlu dimulai dari tangan kanan kemudian baru tangan kiri. Atau perintah makan menggunakan tangan kanan. Contoh lainnya adalah tangan kanan digunakan untuk memberikan sesuatu atau hadiah kepada teman atau orang lain, sedangkan untuk yang kurang baik dengan tangan kiri. Contohnya ketika buang air besar ataupun kecil digunakan tangan kiri untuk membersihkannya. Sejarah mencatat pada masa penjajahan Inggris di Indonesia seorang Jenderal bernama Jenderal Raflesia Arnoldi memberlakukan peraturan tersebut. Begitu yang tercatat dalam buku sejarah bangsa.
Ia bertanya dalam benaknya, “ Bapak-bapak itu kok bisa nyantai seperti itu, sedang aku begitu ke-repotan, untuk calon anak pertamaku saja aku sudah dibikin repot seperti ini, bagaimana jika 2, 3 atau 11. Wah tak terbayangkan beratnya.” Tiba-tiba. “Glubraakkk...!!”
“Maaf pak, saya tidak sengaja. Saya tadi melamun, Bapak tidak apa-apa kan?” tanyanya. Bapak-bapak tadi yang sedang dipikirkannya sekarang ada di depannya dalam keadaam tersungkur. Karena keseng-gol keranjang tempenya sebelah kiri.
“Ah saya tidak apa-apa mas, hanya lecet-lecet sedikit.”
“Maaf ya pak, ini sekedar buat beli perban dan berobat (uang Rp. 30.000 disodorkan). Lagi pula saya buru-buru. Karena harus mengantarkan istri saya berobat jam 08.30, sedangkan sudah jam 8 begini dagangan saya belum laku semua.”
“Terima kasih mas, semoga istri mas lekas sembuh.”
“Sama-sama Pak. Saya juga mohon maaf atas kejadian ini. Assalamu’alaikum....!“
ﭿ
“Awasssss pak!! Keyok..keyok...keyokkk!!”
Belum sempet ia menenangkan diri dari suasana tabrakan dengan bapak-bapak. Seekor ayam menjerit karena kelindas ban depab motor Qorob.
“Pak, maaf pak!” mohon Qorob pada Bapak pemilik ayam yang berteriak tadi.
“Pokoknya ganti kalau ingin aku maafkan!!”
“Iya aku ganti, ini ayam tadi habis beli di pasar tapi betina, bagaimana pak?”
“Aku terima, tapi maafku tak akan pernah kau dapatkan!” jawabnya ketus sambil menyambar seekor ayam betina yang disodorkan Qorob.
“Permisi Pak! Assalamu ‘alaikum!”
“Wa’alaikum salam!!!” jawabnya dengan nada keras.
Dan sampai sekarang Bapak itu tak pernah memaafkan kami meskipun sewaktu mereka mengadakan hajatan kami datang. Wajahnya tetap ketus.
Bersambung Esok hari
masih di blognya moeddasier tentunya.................

Tuesday, July 28, 2009

Mutiara di Ujung Pelupuk Mata

Sesampainya di rumah mulailah ia berpikir dengan lebih matang. Dihitung-hitungnya mulai dari pos modal pembelian kedelai, tabungan di bank, pengeluaran makan sehari-hari, biaya operasional pembuatan tempe seperti plastik, minyak tanah untuk merebus, ragi, transportasi atau uang bensin, uang untuk orang tua, biaya pengobatan selama sebulan, upah karyawan, kontrak rumah, mudik setiap bulan ke Pemalang, dan biaya-biaya yang lain. Setelah dihitung masak-masak akhirnya ia mulai memutuskan untuk mengurangi pos-pos yang kurang penting seperti mudik ke Pemalang setiap bulan ia rubah ke Iedul Fithri saja. Ia juga meminta maaf pada orang tuanya karena

tak bisa mengirimkan uang setiap bulan lagi dengan kondisi seperti itu dan memohon doanya supaya kandungan istrinya sehat dan tidak terjadi apa-apa hingga melahirkan dengan selamat serta mohon doanya agar diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan ujian ini dan juga dagangannya laris manis tanjung kimpul (dagangan habis duit kumpul). Ayahnya di Pemalang pun mengerti keadaan anaknya itu. Ia berjanji akan mendoakan Qorob dan istrinya, Ainah. Senin dan kamis ia rencanakan untuk puasa meskipun harus bercapek ria. Yang jadi masalah adalah saat pemeriksaan karena pada jam 9 pagi dagangannya belum habis. Untuk itu ia pasrahkan dagangannya pada Simbok di Pasar meskipun dengan perjanjian ada upah bagi Simbok jika dagangannya laris. Semua dilakukan dengan harapan Si jabang bayi selalu dalam keadaan sehat begitu juga ibunya yang sering sakit-sakitan.
“Maaasss, tolooooonnnng.....tolong akuuuu.....!!!!!”
Jam 10 malam hari rabu Ainah berteriak. Ia terjatuh di lantai toilet ketika hendak buang air kecil.
“Ya Allah.. Ya Rabbi.. cobaan apalagi ini Ya Allah?” teriak Qorob kaget ketika melihat istrinya Ainah terduduk di lantai WC.
“Ayo Dik bangun pelan-pelan!” pinta Qorob.
“Sakit Mas, pinggangku sakit.....aku tak bisa berdiri...!” jawab Ainah.
“Allahu Akbar....!” teriak Qorob sambil menahan air matanya yang mau jatuh dari sudut matanya.
Dibopongnya Ainah ke tempat tidur untuk direbahkan setelah sebelumnya dibasuh dengan air bersih. Dipanggilnya dokter terdekat untuk memeriksa Ainah. Begitu dokter datang ia diminta langsung ke kamar oleh Qorob untuk memeriksa Ainah beserta kandungannya. Selang 10 menit dokter keluar dari kamar.
“Pak, istri bapak tidak apa-apa hanya pinggangnya keseleo.”
“Kandungan istri saya bagaimana Dok?” tanya Qorob.
“Kandungan Bu Ainah alhamdulillah tidak apa-apa, syukur tidak terjadi keguguran. Mungkin waktu terjatuh benturannya tidak keras. Dan kelihatannya kandungan Bu Ainah lemah ya Pak, sebenar-nya usia kehamilannya sudah berapa bulan Pak?” tanya dokter wanita yang bernama Az Zahra. “Tiga bulan, Dok! Kandungannya memang lemah kata Dokter Pandopotan Batubara. Bahkan kami harus memeriksakannya setiap minggu 2 kali yaitu setiap hari senin dan hari rabu.” jawab Qorob
“Berarti tadi siang baru periksa dong?”
“Betul dok, dan obatnya juga baru tadi sebelum istirahat diminum istri saya.”
“Alhamdulillah mungkin obatnya telah bereaksi sehingga sewaktu terjatuh kandungan Bu Ainah bi-sa dikatakan dalam keadaan kuat, sehingga terselamatkan dari keguguran.”
“Mungkin, Dok. Oh ya berapa dok biayanya?”
“Rp 50.000,- Pak!”
“Ini Dok! Terima kasih dok, maaf telah mengganggu istirahat Dokter!”
“Terima kasih juga, ah tidak apa-apa. Sudah menjadi kewajiban saya untuk melaksanakan tugas melayani pasien dan sebagai hamba Allah untuk saling tolong-menolong, bukan begitu Pak?”
“Betul dok!”
“Ya sudah Pak Qorob saya pamit dulu karena hari telah larut, nanti kalau mau diurut omongin tukang urutnya supaya hati-hati. Sabar ya Pak, aku doakan semoga Bu Ainah lekas sembuh dan diberikan kesehatan hingga melahirkan. Amin.”
“Mari Pak.....! Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.....”
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh....”
“Ya Allah berikan kekuatan dan kesabaran pada hati hambamu ini dalam menghadapi segala ujian yang Engkau datangkan pada kami. Sesungguhnya Engkau telah berjanji bahwa Engkau hanya akan menguji hamba sesuai dengan kemampuan hamba,” lirihnya dalam hati Qorob. Istrinya telah tertidur pulas. Ia sendiri coba merebahkan badannya di samping istrinya, ia ingin istirahat dulu sebelum nanti jam 2 pagi bangun untuk menusuk-nusuk tempe yang hampir jadi dan hampir penuh oleh jamur agar tak berkeringat. Jam 2 ia bangun setelah mendengar alarm berdering. Sambil mengucek-ngucek mata ia menusuk tempe satu per satu hingga kelar pukul 3 pagi. Ia kembali ke tempat tidur untuk istirahat. Begitu jam 5 ia bangun, setelah sholat subuh ia dibantu seorang karyawannya menata tempe ke dalam keranjang yang akan diantar ke pasar. Sekarang kesibukannya bertambah dari biasanya. Ia kembali ke masa bujangan, di mana ia harus mencuci baju sendiri karena Ainah belum bisa banyak bergerak. Sebelum berangkat berdagang ia menanak nasi terlebih dahulu sedang lauknya ia beli di warung sebelah. Pukul 05.30 wib ia berangkat ke pasar mengantarkan tempe pesanan yang tadi ditata kepada Simbok. Setelah itu ia langsung balik, kurang lebih jam 06.30 ia sampai di rumah. Tempe yang lain telah ditata ke dalam karung untuk diedarkan sendiri oleh Qorob ke perkampungan dan warung-warung di Prembun dan Kuto-winangun.

Monday, July 27, 2009

Mutiara di Ujung Pelupuk Mata

Wajahnya tampak murung dan sendu begitu keluar dari poliklinik Spesialis Kandungan dr.Pandopotan Batubara di Prembun, Kebumen, Jawa Tengah. Tepatnya ± 10 km dari terminal Kebumen yang baru untuk arah timur dan 5 km dari Pantai selatan Jawa. Ia divonis ‘Lemah Kandungan’. Padahal usia kehamilannya baru jalan 2 bulan.
“Suamiku Qorob..., kandungan istrimu ‘Ainah’ ini lemah, aku takut jika nanti terjadi sesuatu.”
“Iya istriku.., tenangkan dirimu, Istriku! Semua sudah diatur sama Allah, jika terjadi sesuatu itu adalah takdir yang Allah tentukan bagi kita.” kata Qorob suaminya menenangkan dan menabahkan istrinya yang gundah. Padahal dalam hatinya ia juga khawatir. Bagaimana tidak khawatir?

Setiap 2 minggu sekali istrinya harus memeriksakan kandungannya. Yaitu setiap hari Senin pukul 9 pagi dan setiap Rabu pukul 12.30 tepat tidak boleh lebih. Kalau kurang tidak apa-apa. Kata dokter biaya pemeriksaan yang harus dikeluarkan setiap kali periksa adalah kurang lebih Rp 250.000,-. Dan pemeriksaan terhadap kandungan akan dihentikan jika si janin sudah kuat untuk tidak mendapatkan vitamin dan antibiotik dari dokter. Dan jangka waktu itu berkisar antara usia 5 hingga 7 bulan.
Sedangkan Qorob sendiri hanyalah seorang pedagang tempe yang hari senin dan hari rabu adalah hari pasarannya artinya saat itu dagangannya sedang laku-lakunya. Ia harus memilih, apa-kah untuk memeriksakan kandungan istrinya atau tetap berdagang? Bagaimanapun untuk meme-riksakan kandungan istrinya paling tidak ia harus menyediakan uang sebesar Rp 250.000,- dan uang itu akan ada jika dia berdagang. Dengan perhitungan setiap hari keuntungan yang ia peroleh dari penjualan tempenya sebesar Rp 40.000,- sekali dagang. Berarti selama seminggu ia hanya bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp 280.000,- itu artinya hanya bisa digunakan untuk sekali periksa. Itupun dengan asumsi dagangannya habis terjual, kalau tidak laku dari mana ia bisa mengumpulkan uang. Dan uang yang buat periksa bagian keduanya dari mana? Dan kekurangan itu berarti akan mengurangi pos belanja seminggu. Dalam perjalanan pulang di atas sepeda motor Supra X-nya ia berpikir dari mana ia bisa mendapatkan uang itu. “Ah semua kuserahkan pada Allah saja,” gumamnya dalam hati.
BERSAMBUNG

Related Post

Related Posts with Thumbnails