Wajahnya tampak murung dan sendu begitu keluar dari poliklinik Spesialis Kandungan dr.Pandopotan Batubara di Prembun, Kebumen, Jawa Tengah. Tepatnya ± 10 km dari terminal Kebumen yang baru untuk arah timur dan 5 km dari Pantai selatan Jawa. Ia divonis ‘Lemah Kandungan’. Padahal usia kehamilannya baru jalan 2 bulan.
“Suamiku Qorob..., kandungan istrimu ‘Ainah’ ini lemah, aku takut jika nanti terjadi sesuatu.”
“Iya istriku.., tenangkan dirimu, Istriku! Semua sudah diatur sama Allah, jika terjadi sesuatu itu adalah takdir yang Allah tentukan bagi kita.” kata Qorob suaminya menenangkan dan menabahkan istrinya yang gundah. Padahal dalam hatinya ia juga khawatir. Bagaimana tidak khawatir?
Setiap 2 minggu sekali istrinya harus memeriksakan kandungannya. Yaitu setiap hari Senin pukul 9 pagi dan setiap Rabu pukul 12.30 tepat tidak boleh lebih. Kalau kurang tidak apa-apa. Kata dokter biaya pemeriksaan yang harus dikeluarkan setiap kali periksa adalah kurang lebih Rp 250.000,-. Dan pemeriksaan terhadap kandungan akan dihentikan jika si janin sudah kuat untuk tidak mendapatkan vitamin dan antibiotik dari dokter. Dan jangka waktu itu berkisar antara usia 5 hingga 7 bulan.
Sedangkan Qorob sendiri hanyalah seorang pedagang tempe yang hari senin dan hari rabu adalah hari pasarannya artinya saat itu dagangannya sedang laku-lakunya. Ia harus memilih, apa-kah untuk memeriksakan kandungan istrinya atau tetap berdagang? Bagaimanapun untuk meme-riksakan kandungan istrinya paling tidak ia harus menyediakan uang sebesar Rp 250.000,- dan uang itu akan ada jika dia berdagang. Dengan perhitungan setiap hari keuntungan yang ia peroleh dari penjualan tempenya sebesar Rp 40.000,- sekali dagang. Berarti selama seminggu ia hanya bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp 280.000,- itu artinya hanya bisa digunakan untuk sekali periksa. Itupun dengan asumsi dagangannya habis terjual, kalau tidak laku dari mana ia bisa mengumpulkan uang. Dan uang yang buat periksa bagian keduanya dari mana? Dan kekurangan itu berarti akan mengurangi pos belanja seminggu. Dalam perjalanan pulang di atas sepeda motor Supra X-nya ia berpikir dari mana ia bisa mendapatkan uang itu. “Ah semua kuserahkan pada Allah saja,” gumamnya dalam hati.
BERSAMBUNG
Boleh aku komen yang pertama ya?
ReplyDeleteIni kisah beneran pa fiksi moeddasier?
Perjuangan yang begitu keras
ReplyDeletehebat bisa survive dalam keadaan itu
selamat malam sahabat ^_^
di tempat saya cerita semacam ini bukanlah fiksi. Walau tidak sama persis, tetapi mirip. Ternyata layanan kesehatan belum mampu menyentuh semua lapisan masyarakat. Tanyakan kenapa?
ReplyDelete@alamendah makasih mas sudah berkunjung,baca cerita berikutnya ya..
ReplyDelete@zulhaq bercengkrama dg hal2 sinting trnyt menyenangkan,malam juga kang..
susah bener komeng disini :P
ReplyDeleteseribu satu kisah yg sama mendera anak bangsa ber ibu kan pertiwi ...