Thursday, July 30, 2009

Mutiara di Ujung Pelupuk Mata

Lanjutan kisah yang sebelumnya....Jika belum baca yang kemarin bisa dilihat di arsip....
Pukul 08.30 wib, Ainah gelisah, suaminya belum juga pulang. Padahal waktu yang harus ditempuh dari rumah ke poliklinik ± 30 menit. Biasanya mereka bahkan berangkat lebih pagi supaya tidak buru-buru di jalannya.
“Nggrengngng....nggrengng......BIP..bip..

Bunyi motor suaminya pulang pukul 08.33 wib. Lewat beberapa menit dari jam yang dijanjikan.
“Kenapa lama suamiku?” tanya Ainah.
“Tadi pukul 8 daganganku belum habis, jadi aku keliling-keliling dulu. Dan di perjalanan aku malah menyenggol bapak-bapak yang sedang naik sepeda. Jadi kuurus dulu beliau, tapi alhamdulillah cuma lecet-lecet dan tak perlu kubawa ke Rumah Sakit dan

kukasih uang Rp 30.000,- untuk berobat. Alhamdulillahnya dia menerima. Dan sekarang uang keuntungan dagangan buat periksa kamu berkurang Rp 30.000,- sedang keuntungan kita hari ini hanya tingggal Rp 10.000,-. Kau coba pinjam uang dulu sama tetangga sambil aku ganti baju! Selain itu tadi aku nabrak ayam bapak-bapak. Sudah kuganti dengan ayam yang tadi kubeli di pasar!!” Qorob menjelaskan dengan nada tegas.
“Ya begitulah orang Indonesia sudah kehilangan uang Rp 30.000,- masih bilang alkhamdulillah!” gerutu Ainah.
“Ya daripada kehilangan ratusan ribu untuk sidang atau berobat ke Rumah Sakit, kan mending ha-nya Rp 30.000,-. Soalnya tadi sempet dilihat Polisi. Sudah cepat berangkat pinjam uang, kita sudah terlambat nih!!!” gertak Qorob.
“Mus, tolong turunin keranjang dari motor, cepat!!! Soalnya mau aku pakai buat periksa Mbak Ainah,” perintah Qorob pada karyawannya.
“Ya Mas!”
Sepeda motor HONDA Supra X second 6 bulan yang merupakan generasi SUPRA series keluaran tahun 2002 itu meluncur ke Poliklinik dengan kecepatannya 50 km/jam. 30 menit kemudian mereka sampai di Poliklinik. Ketika sampai di sana, dr. Pandopotan Batubara sudah bersiap-siap berangkat ke tempat praktek yang lain. Sambil membuka helm, ia menyapa dokter.
“Maaf Dok, kami terlambat!”
“Tak apa-apa, syukur kalian terlambat tidak lebih dari 5 menit. Coba kalian datang 1 menit lagi, pasti aku sudah tak ada di sini. Ainah, mari masuk! Akan kuperiksa janinmu!”
Diperiksanya kandungan Ainah oleh dr. Pandopotan Batubara dengan bulatan seperti pesawat UFO yang terhubung dengan kabel yang dicolokkan ke kedua lubang telinga dokter alias STETOSKOP. Ia mengecek detak jantung Ainah dan bayinya. Tak lupa tekanan darah juga dicek serta di USGnya janin untuk mengetahui perkembangan fisik janin. Sebelumnya berat badan Ainah juga ditimbang. Setelah pemeriksaan selesai, Qorob diminta masuk ke ruangan untuk diberitahukan perkembangan janin anaknya.
“Pak Qorob dan Bu Ainah, kandungannya ini agak terganggu. Posisinya bisa sungsang kalau tidak segera dikembalikan. Mungkin ini akibat tegesa-gesa waktu ke sini. Nanti untuk pemeriksaan berikutnya kalau bisa jangan buru-buru seperti tadi. Agar janin tidak mengalami gangguan yang berarti. Untuk mengembalikan posisi janin, Bu Ainah bisa lebih sering melakukan olah raga, tapi sebenarnya ada cara yang lebih terbukti dapat mengembalikan posisi bayi yang sungsang dan ini sesuai dengan agama Mbak Ainah yaitu sholat, khususnya pada saat sujud. Kalau bisa saya sarankan Mbak Ainah sering melakukan sholat yang malam-malam itu yang katanya dianjurkan untuk sujud lebih lama. Tapi aku lupa apa nama sholat itu. Apa ya namanya? Kalau tidak salah namanya sholat...........sholat......!”
Sholat Tahajud, Dok!”
“Iya betul, maaf aku bukan seorang muslim jadi kurang tahu,” kata dokter Pandopotan
“Tak apa-apa dok!”
“Ya di samping itu jangan lupa obatnya diminum bareng vitamin untuk janin serta jangan terlalu capek ya, untuk porsi makannya dipertahankan karena pertambahan berat badan janin sangat ba-gus. Pasti makannya yang bervitamin ya Bu? Itu bagus seperti sayuran hijau dan buah-buahan daging dan telur ayam itu bagus lho Bu, termasuk ikan laut kalau bisa dikonsumsi juga ya Bu!!” nasihat dokter yang bergaya flamboyan itu yang kurang lebih usianya 55 tahun. Dengan rambut putih yang tinggal sepertiga di kepalanya. Mungkin akibat sering berpikir waktu kuliahnya dulu.
“Ya dok, terima kasih atas nasihatnya. Oh ya dok, ini uang berobat hari ini!”
“Terima kasih Pak Qorob! Maaf aku tak bisa berlama-lama, karena harus memeriksa pasien yang lain di tempat praktekku di Kutowinangun.”
“Sama-sama Dok, kami juga berterima kasih atas kesediaan Dokter menunggu kami yang datang terlambat walaupun hanya 5 menit. Mari Dok, kami permisi. Selamat siang!!”
“Selamat siang juga, Pak!”
Seusai pemeriksaan, Ainah dan Qorob pulang dengan santai dan tenang serta tidak terbu-ru-buru. Karena untuk menjaga kondisi janin dalam kandungan Ainah. Sambil mengendarai Supra X-nya ia menyusuri jalanan aspal Prembun yang mulai memanas karena tersengat matahari. Pa-nasnya terasa di kepala. Alhamdulillah mereka pakai helm dan jaket sehingga kulit kepala dan tangan terlindung dari pembakaran sinar ultra violet yang mulai menerobos dengan leluasa ke lapisan atmosfer bumi karena makin melebarnya lubang ozon akibat pemanasan global dan gas rumah kaca. Itu juga tak terlepas dari makin bertambahnya kendaraan sepeda motor dan mobil. Untungnya motor 4 langkah (tak) Honda Supra X yang dipakai Qorob telah berstandard internasional yang ramah lingkungan dan minim polusi. Sebenarnya sih asapnya tetap menimbulkan polusi namun di bawah angka yang berbahaya. Itulah salah satu keunggulan motor honda yang memelopori sepedar motor 4 tak di Indonesia sebelum pabrikan yang lain menirunya. Motor Supra X inilah yang berjasa dalam menemani perjuangan Qorob berdagang tempe. Naik gunung setiap pagi dan siangnya turun gunung setelah dagangannya habis. Setiap hari ia jalani kegiatan itu, sehingga kegiatan naik turun gunung itu seolah menjadi ujian bagi ketahanan fisiknya dan ketangguhan bagi sepeda motor pabrikan Jepang yang telah berproduksi di Indonesia semenjak tahun 1971 tersebut. Walaupun sebenarnya bisa dikatakan motor itu sudah tak lagi di produksi oleh Jepang. Apa sebab? Sebabnya karena semua kegiatan produksi mulai dari manufacturing atau pembuatan cetakannya baik cetakan cover-cover plastiknya maupun cover-cover mesinnya serta bagian-bagiannya hingga perakitannya yang memang dari dulu dilakukan di Indonesia. Atau spare part-spare partnya juga diproduksi di Indonesia. Seperti shockbacker, kanvas rem, lampu, rantai, spion, speedometer, sticker ataupun yang lainnya sebenarnya sudah diproduksi di Indonesia namun tetap dengan standar Jepang dan standar ukuran Internasional. Sehingga tetaplah produk-produk Honda adalah produk-produk unggulan dan berkualitas dan ditahun 2007 bulan November tanggal 30 terbukti Honda mampu berproduksi yang ke 20 juta.
Selain naik gunung dan turun gunung, jalanan yang dilalui untuk berdagang juga tak mulus. Penuh bebatuan dan kerikil serta kadang-kadang berlumpur seperti arena off-road. Tak cukup jalanan jelek dan pegunungan yang menjadi ujian bagi sepeda motor berbahan bakar bensin itu saja, bahkan beban dagangan Qorob setiap hari seberat 80 kg pun menjadi makanan ujian ketahanan frame Supra X berstripping kuning itu. Andaikan frame motor tersebut tak cukup kuat pastilah motor tersebut tak akan bertahan hingga sekarang. Seperti motornya yang dulu ia pakai. Tadinya ia memang cukup puas dengan motor yang sama-sama pabrikan Jepang tersebut. Kepuasan tersebut ia dapatkan karena kecepatannya dan framenya juga cukup kuat. Sehingga ia bisa cepat sampai ke pasar. Namun seiring bertambahnya barang dagangannya dan kurang bersahabatnya motor tesebut dengan kantong uang untuk membeli bahan bakar minyak premium bagi sepeda motor tersebut akhirnya ia memutuskan beralih ke motor yang lebih bersahabat dengan kantongnya dan motor yang lebih tinggi karena motornya yang dulu begitu imut yang terkesan lebih cocok untuk pacaran saja daripada untuk berdagang. Memang dulu ia berdagang dengan peti kayu untuk membawa tempe yang ia ikat di jok belakang. Tapi itu sewaktu dagangannya bisa dibawa dengan peti atau hanya 40 kg. Sekarang daganganya 80 kg.
Sesampainya di rumah Ainah langsung istirahat. Sebelumnya ia sholat dhuhur terlebih dulu. Tak lupa ia berdoa untuk kesehatan janinnya dan kelancaran dagang suaminya. Rasa pegal di sekujur badan karena duduk di atas Supra X sambil menahan perutnya yang makin membesar, ia coba hilangkan dengan berbaring di atas kasur pegas di kamarnya. Sedangkan Qorob belum bisa langsung istirahat karena harus membantu karyawannya membungkus kedelai yang akan dijual 2 hari berikutnya ke dalam kantong plastik dan daun pisang.
Waktu terus berjalan, derita dan manisnya mengandung bayi yang Ainah dapatkan di hadapinya dengan sabar dan tabah serta tidak banyak mengeluh. Sedangkan Qorob, selalu menghibur dan melayani sang istri yang bisa dikatakan pesakitan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Ia pun menghibur dirinya sendiri dengan bersilaturrahmi ke rumah kakaknya di Karanganyar 50 km dari Prembun. Tapi masih dalam lingkup kabupaten Kebumen. Kepada kakaknya ia mencurahkan segala kesedihan dan penderitaan serta pengalaman hidupnya. Kadang ia meminjam uang Rp 500.000,- untuk biaya pemeriksaan karena dagangannya yang tidak habis. Tentunya setelah berembug dan meminta izin kepada istrinya yang begitu pengertian dan tidak cerewet. Itu dilakukan untuk menjaga rasa saling percaya diantara pasangan muda itu.

(Maaf sobat)Aku belum ingin cerita ini selesai jadi mohon besok ke sini lagi, tenang gratis kok, paling bayar buat ngenetnya doank hehehehe....salam sayang, hangat, cinta damai, senyum.....

Wednesday, July 29, 2009

Mutiara di Ujung Pelupuk Mata

Ini adalah sambungan kisah kemarin........
Pukul 09.30 dagangannya telah habis terjual, ia langsung meluncur ke rumah untuk melihat keadaan istrinya. Sesampai di rumah istrinya sedang menyantap sepiring nasi yang diambilkan karyawannya, melihat istrinya sudah bisa tertawa ia langsung ke belakang untuk memecah kedelai yang telah direbus hingga matang dan telah direndam sehari semalam dengan mesin pemecah kedelai. Pukul 12.00 kedelai siap di bungkus. Ia dan karyawannya makan siang dulu sambil istirahat. Sholat dhuhur dikerjakannya terlebih dahulu.

Pada pukul 13.00 wib mulailah kedelai yang telah ditaburi ragi tempe sebelumnya melompat-lompat ke kantong plastik melalui jembatan tangan karyawannya yang bernama Mustofa. Ukuran kantong palstik itu adalah ¼ kg. Di samping tempe plastik juga ada tempe bungkus daun pisang. Sedang Qorob pergi ke pasar membawa Supra X-nya untuk meminta hasil penjualan Simbok. Tak kurang dari 1 jam hingga ashar menjelang ia baru sampai di rumah dengan membawa keuntungan hasil jualan hari ini. Alhamdulillah dagangannya hari ini laku berat. Air wudlu diambilnya sebelum melaksanakan shalat ashar. Ia sholat dengan khusu’. Dalam doa setelah sholat fardlu ia memohon kepada Allah supaya diberikan kesembuhan untuk istrinya kesembuhan yang tak berbekas, ia juga tak lupa berdoa supaya diberikan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup yang berat ini. Selain itu ia juga memohon agar dagangannya laris dan berkah sehingga bisa membiayai pengobatan istrinya untuk menjaga kesehatan sang kecil sampai kelahirannya. Selain itu fisik Ainah belum bisa digerak-gerakan dengan leluasa dalam waktu ½ bulan ini akibat ia terjatuh di toilet.
Disapanya istrinya yang tiduran di tempat tidur, ia mencoba menghibur dengan guyonan yang tak lucu. Alhamdulillah terjadi kemajuan dalam 10 hari ini, ia sudah bisa jalan walaupun hanya untuk ke toilet. Tapi untuk yang lebih berat seperti mencuci ia belum bisa. Dan lebih alhamdulillah lagi si janin tak merepotkan ibu dan ayahnya. Buktinya, Ainah tak mengidam macam-macam. Tak rewel dan mudah makannya walaupun yang diberikan hanya sayur asem dan tempe goreng dengan nasi liwet yang dimasak Mustofa. Meskipun biasanya wanita jika usia kandungannya berkisar antara 0-2 bulan sering mengidam. Seolah si janin tahu kesibukan ayahnya dan derita sakit yang menimpa ibunya.
Senin ini ia harus memeriksakan kandungan istrinya yang ke-12 kalinya. Pagi-pagi jam 5 ia mulai merapikan si persegi panjang yang dibungkus plastik dan daun pisang berisi kedelai matang bercampur ragi yang diselimuti jamur putih merata alias tempe ke dalam karung. Ia dibantu Mustofa. Buru-buru ia membawa tempe ke Pasar Kutowinangun dengan sepeda motor Supra X. Seperti biasa dagangan itu akan diserahkan kepada Simbok, sampai di sana ia langsung pamit pada Simbok karena harus segera mengedarkan dagangannya yang di rumah. Dan setelah itu ia harus mengantarkan Ainah periksa pukul 9 ke poliklinik. Pukul 6 Qorob telah sampai di rumah, dagangannya sudah siap untuk diedarkan karena sudah ditata Mustofa. Di jalan raya yang tak macet dalam mengedarkan tempe ia melihat seorang bapak-bapak bergaya flamboyan mengen-darai sepeda dengan santainya di sebelah kiri jalan raya. Entah kenapa di Indonesia yang katanya mayoritas masyarakatnya adalah muslim tapi jalannya di sebelah kiri, sedangkan di Inggris penduduknya yang sebagian besar beragama Kristen malah jalannya di sebelah kanan. Padahal Rasulullah Muhammad SAW lebih menekankan kepada kita dalam melakukan sesuatu khususnya yang baik-baik dengan yang kanan atau mendahulukan sebelah kanan daripada sebelah kiri. Contohnya wudlu dimulai dari tangan kanan kemudian baru tangan kiri. Atau perintah makan menggunakan tangan kanan. Contoh lainnya adalah tangan kanan digunakan untuk memberikan sesuatu atau hadiah kepada teman atau orang lain, sedangkan untuk yang kurang baik dengan tangan kiri. Contohnya ketika buang air besar ataupun kecil digunakan tangan kiri untuk membersihkannya. Sejarah mencatat pada masa penjajahan Inggris di Indonesia seorang Jenderal bernama Jenderal Raflesia Arnoldi memberlakukan peraturan tersebut. Begitu yang tercatat dalam buku sejarah bangsa.
Ia bertanya dalam benaknya, “ Bapak-bapak itu kok bisa nyantai seperti itu, sedang aku begitu ke-repotan, untuk calon anak pertamaku saja aku sudah dibikin repot seperti ini, bagaimana jika 2, 3 atau 11. Wah tak terbayangkan beratnya.” Tiba-tiba. “Glubraakkk...!!”
“Maaf pak, saya tidak sengaja. Saya tadi melamun, Bapak tidak apa-apa kan?” tanyanya. Bapak-bapak tadi yang sedang dipikirkannya sekarang ada di depannya dalam keadaam tersungkur. Karena keseng-gol keranjang tempenya sebelah kiri.
“Ah saya tidak apa-apa mas, hanya lecet-lecet sedikit.”
“Maaf ya pak, ini sekedar buat beli perban dan berobat (uang Rp. 30.000 disodorkan). Lagi pula saya buru-buru. Karena harus mengantarkan istri saya berobat jam 08.30, sedangkan sudah jam 8 begini dagangan saya belum laku semua.”
“Terima kasih mas, semoga istri mas lekas sembuh.”
“Sama-sama Pak. Saya juga mohon maaf atas kejadian ini. Assalamu’alaikum....!“
ﭿ
“Awasssss pak!! Keyok..keyok...keyokkk!!”
Belum sempet ia menenangkan diri dari suasana tabrakan dengan bapak-bapak. Seekor ayam menjerit karena kelindas ban depab motor Qorob.
“Pak, maaf pak!” mohon Qorob pada Bapak pemilik ayam yang berteriak tadi.
“Pokoknya ganti kalau ingin aku maafkan!!”
“Iya aku ganti, ini ayam tadi habis beli di pasar tapi betina, bagaimana pak?”
“Aku terima, tapi maafku tak akan pernah kau dapatkan!” jawabnya ketus sambil menyambar seekor ayam betina yang disodorkan Qorob.
“Permisi Pak! Assalamu ‘alaikum!”
“Wa’alaikum salam!!!” jawabnya dengan nada keras.
Dan sampai sekarang Bapak itu tak pernah memaafkan kami meskipun sewaktu mereka mengadakan hajatan kami datang. Wajahnya tetap ketus.
Bersambung Esok hari
masih di blognya moeddasier tentunya.................

Tuesday, July 28, 2009

Mutiara di Ujung Pelupuk Mata

Sesampainya di rumah mulailah ia berpikir dengan lebih matang. Dihitung-hitungnya mulai dari pos modal pembelian kedelai, tabungan di bank, pengeluaran makan sehari-hari, biaya operasional pembuatan tempe seperti plastik, minyak tanah untuk merebus, ragi, transportasi atau uang bensin, uang untuk orang tua, biaya pengobatan selama sebulan, upah karyawan, kontrak rumah, mudik setiap bulan ke Pemalang, dan biaya-biaya yang lain. Setelah dihitung masak-masak akhirnya ia mulai memutuskan untuk mengurangi pos-pos yang kurang penting seperti mudik ke Pemalang setiap bulan ia rubah ke Iedul Fithri saja. Ia juga meminta maaf pada orang tuanya karena

tak bisa mengirimkan uang setiap bulan lagi dengan kondisi seperti itu dan memohon doanya supaya kandungan istrinya sehat dan tidak terjadi apa-apa hingga melahirkan dengan selamat serta mohon doanya agar diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan ujian ini dan juga dagangannya laris manis tanjung kimpul (dagangan habis duit kumpul). Ayahnya di Pemalang pun mengerti keadaan anaknya itu. Ia berjanji akan mendoakan Qorob dan istrinya, Ainah. Senin dan kamis ia rencanakan untuk puasa meskipun harus bercapek ria. Yang jadi masalah adalah saat pemeriksaan karena pada jam 9 pagi dagangannya belum habis. Untuk itu ia pasrahkan dagangannya pada Simbok di Pasar meskipun dengan perjanjian ada upah bagi Simbok jika dagangannya laris. Semua dilakukan dengan harapan Si jabang bayi selalu dalam keadaan sehat begitu juga ibunya yang sering sakit-sakitan.
“Maaasss, tolooooonnnng.....tolong akuuuu.....!!!!!”
Jam 10 malam hari rabu Ainah berteriak. Ia terjatuh di lantai toilet ketika hendak buang air kecil.
“Ya Allah.. Ya Rabbi.. cobaan apalagi ini Ya Allah?” teriak Qorob kaget ketika melihat istrinya Ainah terduduk di lantai WC.
“Ayo Dik bangun pelan-pelan!” pinta Qorob.
“Sakit Mas, pinggangku sakit.....aku tak bisa berdiri...!” jawab Ainah.
“Allahu Akbar....!” teriak Qorob sambil menahan air matanya yang mau jatuh dari sudut matanya.
Dibopongnya Ainah ke tempat tidur untuk direbahkan setelah sebelumnya dibasuh dengan air bersih. Dipanggilnya dokter terdekat untuk memeriksa Ainah. Begitu dokter datang ia diminta langsung ke kamar oleh Qorob untuk memeriksa Ainah beserta kandungannya. Selang 10 menit dokter keluar dari kamar.
“Pak, istri bapak tidak apa-apa hanya pinggangnya keseleo.”
“Kandungan istri saya bagaimana Dok?” tanya Qorob.
“Kandungan Bu Ainah alhamdulillah tidak apa-apa, syukur tidak terjadi keguguran. Mungkin waktu terjatuh benturannya tidak keras. Dan kelihatannya kandungan Bu Ainah lemah ya Pak, sebenar-nya usia kehamilannya sudah berapa bulan Pak?” tanya dokter wanita yang bernama Az Zahra. “Tiga bulan, Dok! Kandungannya memang lemah kata Dokter Pandopotan Batubara. Bahkan kami harus memeriksakannya setiap minggu 2 kali yaitu setiap hari senin dan hari rabu.” jawab Qorob
“Berarti tadi siang baru periksa dong?”
“Betul dok, dan obatnya juga baru tadi sebelum istirahat diminum istri saya.”
“Alhamdulillah mungkin obatnya telah bereaksi sehingga sewaktu terjatuh kandungan Bu Ainah bi-sa dikatakan dalam keadaan kuat, sehingga terselamatkan dari keguguran.”
“Mungkin, Dok. Oh ya berapa dok biayanya?”
“Rp 50.000,- Pak!”
“Ini Dok! Terima kasih dok, maaf telah mengganggu istirahat Dokter!”
“Terima kasih juga, ah tidak apa-apa. Sudah menjadi kewajiban saya untuk melaksanakan tugas melayani pasien dan sebagai hamba Allah untuk saling tolong-menolong, bukan begitu Pak?”
“Betul dok!”
“Ya sudah Pak Qorob saya pamit dulu karena hari telah larut, nanti kalau mau diurut omongin tukang urutnya supaya hati-hati. Sabar ya Pak, aku doakan semoga Bu Ainah lekas sembuh dan diberikan kesehatan hingga melahirkan. Amin.”
“Mari Pak.....! Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.....”
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh....”
“Ya Allah berikan kekuatan dan kesabaran pada hati hambamu ini dalam menghadapi segala ujian yang Engkau datangkan pada kami. Sesungguhnya Engkau telah berjanji bahwa Engkau hanya akan menguji hamba sesuai dengan kemampuan hamba,” lirihnya dalam hati Qorob. Istrinya telah tertidur pulas. Ia sendiri coba merebahkan badannya di samping istrinya, ia ingin istirahat dulu sebelum nanti jam 2 pagi bangun untuk menusuk-nusuk tempe yang hampir jadi dan hampir penuh oleh jamur agar tak berkeringat. Jam 2 ia bangun setelah mendengar alarm berdering. Sambil mengucek-ngucek mata ia menusuk tempe satu per satu hingga kelar pukul 3 pagi. Ia kembali ke tempat tidur untuk istirahat. Begitu jam 5 ia bangun, setelah sholat subuh ia dibantu seorang karyawannya menata tempe ke dalam keranjang yang akan diantar ke pasar. Sekarang kesibukannya bertambah dari biasanya. Ia kembali ke masa bujangan, di mana ia harus mencuci baju sendiri karena Ainah belum bisa banyak bergerak. Sebelum berangkat berdagang ia menanak nasi terlebih dahulu sedang lauknya ia beli di warung sebelah. Pukul 05.30 wib ia berangkat ke pasar mengantarkan tempe pesanan yang tadi ditata kepada Simbok. Setelah itu ia langsung balik, kurang lebih jam 06.30 ia sampai di rumah. Tempe yang lain telah ditata ke dalam karung untuk diedarkan sendiri oleh Qorob ke perkampungan dan warung-warung di Prembun dan Kuto-winangun.

Related Post

Related Posts with Thumbnails