Panas matahari telah lengser dari singgasana tertingginya. Awan putih menutupi sinar sang penerang. Seorang bapak lima puluhan dan seorang pangeran kecil di belakangnya menikmati perjalanan dengan sepeda jengki biru. Mereka berboncengan akrab sekali. Sesekali sang pangeran bertanya ini dan itu. Sang bapak menjawab dengan sabar dan bijak disertai tawa sesekali pecah di antara keduanya. Bapak itu adalah ayahku dan pangeran kecil itu adalah aku. Aku yang waktu itu masih kelas 2 MI.
Kami baru saja bersilaturahim ke rumah nenek sepupuku di Ulujami, Pemalang. Nenek sepupuku artinya dia adalah adik kandung nenekku. Aku sering diajak ayah ke sana sebulan sekali. Biasanya kalau hari jumat ayah mengajakku ke sananya. Pagi berangkat dan sorenya pulang.
Seperti biasa ayah mengendarai sepeda melewati jalan raya beraspal antara Pemalang - Pekalongan. Jalan raya bagian dari jalur pantura ini masih menyisakan panas meski hari sudah sore. Keringat pun membasahi baju ayah dan kaos oblongku. Topi sekolah SMP kakakku yang longgar sedikit melindungi kepala dari sisa-sisa sinar mentari. Ayahku memang terbiasa menggenjot sepeda jarak jauh. Termasuk perjalanan ini yang kurang lebih berjarak 30 kilometer. Sehingga kalau berangkat ke Ulujami pas nyampe di sana kakiku seperti kaki gajah yang berat karena kesemutan. Dan begitu sebaliknya tatkala badan ini sampai rumah di Tunjungsari, Pekalongan.
Tak terasa Desa Bondan, Wiradesa telah kami masuki. Kami pun berbelok ke kanan menuju ke selatan. Desa yang berjarak 4 kilo 500 meter lebihnya ini belum beraspal. Jadi pantat ini sakit sekali setiap ban sepeda mendaki dengan terpaksa bebatuan yang besar di jalanan. Sesekali genangan air mengotori velg yang kinclong itu. maklum jalan yang kami gunakan adalah jalan setapak yang tidak bisa digunakan buat bersimpangan dua sepeda. Sehingga sewaktu ada sepeda dari arah yang berlawanan kami pun berhenti. Tak pernah sekalipun ayah yang jalan terus. Pelajaran 1 dari ayah buatku adalah mengalah itu untuk menang.
Air di sier (sungai kecil) mengalir berlawanan dengan arah kami pulang.Katak-katak bernyanyi riang menyambut kami di sawah sebelah kanan kami. Hembusan angin sedikt memberatkan genjotan ayahku. Burung-burung pemakan biji-bijian bertengger di atas kabel listrik yang terhubungkan oleh tiang-tiang. Desa yang adem.
Tiba-tiba sebuah sapu lidi terbang melayang menuju ke arah kami. Ayahku panik. Sepedanya hilang kemudi dan BYUUUURRRrrrrrrrr...kami terjerembab ke sawah. Basah sudah baju ini.
Aku tanya pada ayah, "Kenapa kita dipukul wanita itu ayah?"
Ayahku juga tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja kami di pukul dengan sapu lidi bergagang bambu yang panjang itu.
Kami naik dari sawah dan menanyakan apa yang terjadi. Wanita itu bukannya menjelaskan tapi malah mengomel kepada ayahku dan aku. Dia meminta supaya membayar hutang makan kemarin kepada kami yang berjumlah 10 ribu. Kami yang merasa tak punya hutang pun menolak dan menanyakan apakah yang hutang itu benar-benar kami. Kami minta ia supaya memperhatikan kami dengan seksama. Apakah wajah kami benar-benar mirip tukang hutang itu?
Dia pun mengamati ayahku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah puas mengamati sambil mentertawakan kami yang kotor oleh lumpur akhirnya wanita pemilik warung makan itu minta maaf. Ia telah mamastikan bahwa bukan kami yang hutang makan kemarin. Ia hanya mengingat sepeda dan baju yang dipakai penghutang kemarin dan katanya sama persis dengan sepeda dan baju ayahku yang hijau gelap.
Bebersih badan dan sepeda pun kami lakukan di sier sebelum pulang. Dan kami pulang dengan berharap tingkat tinggi supaya kami tidak masuk angin sambil mencoba bersabar agar hati tidak dongkol lagi. Pelajaran 2 dari ayahku hari ini adalah jangan mengenakan baju hijau gelap karena akan disangka tukang hutang.
Salam
Kami baru saja bersilaturahim ke rumah nenek sepupuku di Ulujami, Pemalang. Nenek sepupuku artinya dia adalah adik kandung nenekku. Aku sering diajak ayah ke sana sebulan sekali. Biasanya kalau hari jumat ayah mengajakku ke sananya. Pagi berangkat dan sorenya pulang.
Seperti biasa ayah mengendarai sepeda melewati jalan raya beraspal antara Pemalang - Pekalongan. Jalan raya bagian dari jalur pantura ini masih menyisakan panas meski hari sudah sore. Keringat pun membasahi baju ayah dan kaos oblongku. Topi sekolah SMP kakakku yang longgar sedikit melindungi kepala dari sisa-sisa sinar mentari. Ayahku memang terbiasa menggenjot sepeda jarak jauh. Termasuk perjalanan ini yang kurang lebih berjarak 30 kilometer. Sehingga kalau berangkat ke Ulujami pas nyampe di sana kakiku seperti kaki gajah yang berat karena kesemutan. Dan begitu sebaliknya tatkala badan ini sampai rumah di Tunjungsari, Pekalongan.
Tak terasa Desa Bondan, Wiradesa telah kami masuki. Kami pun berbelok ke kanan menuju ke selatan. Desa yang berjarak 4 kilo 500 meter lebihnya ini belum beraspal. Jadi pantat ini sakit sekali setiap ban sepeda mendaki dengan terpaksa bebatuan yang besar di jalanan. Sesekali genangan air mengotori velg yang kinclong itu. maklum jalan yang kami gunakan adalah jalan setapak yang tidak bisa digunakan buat bersimpangan dua sepeda. Sehingga sewaktu ada sepeda dari arah yang berlawanan kami pun berhenti. Tak pernah sekalipun ayah yang jalan terus. Pelajaran 1 dari ayah buatku adalah mengalah itu untuk menang.
Air di sier (sungai kecil) mengalir berlawanan dengan arah kami pulang.Katak-katak bernyanyi riang menyambut kami di sawah sebelah kanan kami. Hembusan angin sedikt memberatkan genjotan ayahku. Burung-burung pemakan biji-bijian bertengger di atas kabel listrik yang terhubungkan oleh tiang-tiang. Desa yang adem.
Tiba-tiba sebuah sapu lidi terbang melayang menuju ke arah kami. Ayahku panik. Sepedanya hilang kemudi dan BYUUUURRRrrrrrrrr...kami terjerembab ke sawah. Basah sudah baju ini.
Aku tanya pada ayah, "Kenapa kita dipukul wanita itu ayah?"
Ayahku juga tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja kami di pukul dengan sapu lidi bergagang bambu yang panjang itu.
Kami naik dari sawah dan menanyakan apa yang terjadi. Wanita itu bukannya menjelaskan tapi malah mengomel kepada ayahku dan aku. Dia meminta supaya membayar hutang makan kemarin kepada kami yang berjumlah 10 ribu. Kami yang merasa tak punya hutang pun menolak dan menanyakan apakah yang hutang itu benar-benar kami. Kami minta ia supaya memperhatikan kami dengan seksama. Apakah wajah kami benar-benar mirip tukang hutang itu?
Dia pun mengamati ayahku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah puas mengamati sambil mentertawakan kami yang kotor oleh lumpur akhirnya wanita pemilik warung makan itu minta maaf. Ia telah mamastikan bahwa bukan kami yang hutang makan kemarin. Ia hanya mengingat sepeda dan baju yang dipakai penghutang kemarin dan katanya sama persis dengan sepeda dan baju ayahku yang hijau gelap.
Bebersih badan dan sepeda pun kami lakukan di sier sebelum pulang. Dan kami pulang dengan berharap tingkat tinggi supaya kami tidak masuk angin sambil mencoba bersabar agar hati tidak dongkol lagi. Pelajaran 2 dari ayahku hari ini adalah jangan mengenakan baju hijau gelap karena akan disangka tukang hutang.
Pertamaxxx selalu...
ReplyDeleteMundur Selangkah untuk melompat lebih tinggi...
ReplyDeleteSalam kenal dari Pekanbaru :D
wakakakak....
ReplyDeletepelajaran kedua tuh, bikin saya ngakak....
(maaf) izin mengamankan KEEMPAT dulu. Boleh kan?!
ReplyDeleteUntung bajuku hijau muda ya, kang.
(maaf) izin mengamankan KELIMAAAAXXXZ dulu. Boleh kan?!
ReplyDeleteUntungnya lagi bajuku yang satunya bukan hijau tua tetapi BIRU
Selalunya saya ikut bekajar...
ReplyDeleteini juga merupakan pengalaman bersepeda mas, kok nggak di ikutkan acaranya Kang Isro...tentang pengalaman mengesankan bersepeda.
ReplyDeletesalam.
Pelajaran ketiga dari sahabatku.. Jangan pernah ketawa sendirian malam2, bisa mengganggu tetangga dan dikira orang gila...hahaha :-D
ReplyDeletehaduh...kelewatan juga tuh orang, masak main gebuk gitu aja, gak lihat2 dulu siapa orangnya...
Selamat mas, sampeyan sudah sukses bikin saya rada waras dikit...hehehe :-D
hehehe ...
ReplyDeletemungkin ada tambahan pelajaran ketiga, jangan ngutang sambil naik sepeda ...
sungguh cerita yang mengesankan ..
Kayaknya nasib lagi apes ya mas. Mudah-mudahan lain X gak lagi ya? hehe salam adem ayem ajah
ReplyDeletewah,sial banget tuh bro,kok bisa keliru sih?Yah ambil hikmahnya aja bro.
ReplyDeletecuma mau mengabarkan... saya juga ikutan kompetisi surat cinta Mas....
ReplyDelete@pekanbaru: salam kenal juga sob.
ReplyDelete@sibaho way: terima kash kang.
@alamendah: bajuku juga ga hijau mas.
@badruz: nanti diikutkan deh
@aishalife: maksh mbak
@udienroy: mks mas.
@kang sugeng: nanti kesana pak.
@marsudiyanto: monggo pak.
@hpnugroho: hehe btl mas.
Salam hangat tuk semuanya.
Meh ning Ulujami, golek APEM sing menthul2...
ReplyDelete@marsudiyanto: apeme enak pak yo.
ReplyDeleteheuheuheuheu,,masa pake baju ijo ga boleh
ReplyDeletewkwkwkwkwkwk,,
@ocheholic: ya kalau mau...hehehehe
ReplyDeletewakh jangan jangan hari poter nih bisa terbang sapunya
ReplyDeleteSelamat malam, salam D3pd ^^
ReplyDelete@d3pd: salam
ReplyDelete@blog me is back: jiahahaha
waduh mas, besok saya nggak make baju warna tu lagi...
ReplyDelete@berry devanda: selamat berpakaian non hijau mas.
ReplyDeletepenuh makna tapi lucu n seru juga
ReplyDeleteberkunjung n ditunggu kunjungan baliknya makasih
hihihi jangan mengenakan baju hiau udah kaya di pantai selatan yah hehe...
ReplyDeletesalam kenal buat yang punya blognya...
kang dasir, apa kabar
ReplyDeletemampir dulu....
aimisyu.....
kaya Nenek sihir ya pake sapu lidi..
ReplyDelete@darah biru, agoenk07, yangputri, embun777: makasih semuanya
ReplyDeletemampir saja
ReplyDeletengeri juga ya ampe dilempar sapu lidi..
ReplyDeletepengalaman yang menarik mas..
berarti warna hijau menjadi warna sial ya..
hihihihi...
ahahahaha main lempar aja penjual makanannya...
ReplyDeletehahahahha...gak apa apa disangka tukang hutang, daripada disangka tukang ngepet. LOL
ReplyDeletebisa diadukan sebagai delik pencemaran nama baik atau penganiayaan tuh
ReplyDeletekalo jaman sekarang kan lagi populer
Wah seru juga& asik tuh. jadi inget masa lalu ama bokap juga.
ReplyDeleteHari yg apes, ga makan nangka tp kena getahnya, pelajaran buat wanita pemukul, teliti sebelum membeli, biar ga ada yg d rugikan.
ReplyDeleteSalam hangat smoga sukses selalu
nice posting dasir... btw sudah lama tak berkunjung. templatenya berubah lagi ya
ReplyDeleteselamat pagi Kang Dasier..., lama nggak nongol nih, sedang sibuk ya....semoga sehat selalu.
ReplyDeletesalam
@badruz,baezur,liza,insankamil,soewoeng,zulhaq,sauskecap: makasih semuanya. Salam
ReplyDeletehehe...ada-ada aja
ReplyDeleteMasak pakek Hijau Gelap disangka Tukang Hutang neh?
hehe....
Mantap bro...
@humorbendol: namanya juga kejadian mas.
ReplyDelete