Saturday, February 06, 2010

Sapu Lidi yang Melayang

Panas matahari telah lengser dari singgasana tertingginya. Awan putih menutupi sinar sang penerang. Seorang bapak lima puluhan dan seorang pangeran kecil di belakangnya menikmati perjalanan dengan sepeda jengki biru. Mereka berboncengan akrab sekali. Sesekali sang pangeran bertanya ini dan itu. Sang bapak menjawab dengan sabar dan bijak disertai tawa sesekali pecah di antara keduanya. Bapak itu adalah ayahku dan pangeran kecil itu adalah aku. Aku yang waktu itu masih kelas 2 MI.

Kami baru saja bersilaturahim ke rumah nenek sepupuku di Ulujami, Pemalang. Nenek sepupuku artinya dia adalah adik kandung nenekku. Aku sering diajak ayah ke sana sebulan sekali. Biasanya kalau hari jumat ayah mengajakku ke sananya. Pagi berangkat dan sorenya pulang.

Seperti biasa ayah mengendarai sepeda melewati jalan raya beraspal antara Pemalang - Pekalongan. Jalan raya bagian dari jalur pantura ini masih menyisakan panas meski hari sudah sore. Keringat pun membasahi baju ayah dan kaos oblongku. Topi sekolah SMP kakakku yang longgar sedikit melindungi kepala dari sisa-sisa sinar mentari. Ayahku memang terbiasa menggenjot sepeda jarak jauh. Termasuk perjalanan ini yang kurang lebih berjarak 30 kilometer. Sehingga kalau berangkat ke Ulujami pas nyampe di sana kakiku seperti kaki gajah yang berat karena kesemutan. Dan begitu sebaliknya tatkala badan ini sampai rumah di Tunjungsari, Pekalongan.

Tak terasa Desa Bondan, Wiradesa telah kami masuki. Kami pun berbelok ke kanan menuju ke selatan. Desa yang berjarak 4 kilo 500 meter lebihnya ini belum beraspal. Jadi pantat ini sakit sekali setiap ban sepeda mendaki dengan terpaksa bebatuan yang besar di jalanan. Sesekali genangan air mengotori velg yang kinclong itu. maklum jalan yang kami gunakan adalah jalan setapak yang tidak bisa digunakan buat bersimpangan dua sepeda. Sehingga sewaktu ada sepeda dari arah yang berlawanan kami pun berhenti. Tak pernah sekalipun ayah yang jalan terus. Pelajaran 1 dari ayah buatku adalah mengalah itu untuk menang.

Air di sier (sungai kecil) mengalir berlawanan dengan arah kami pulang.Katak-katak bernyanyi riang menyambut kami di sawah sebelah kanan kami. Hembusan angin sedikt memberatkan genjotan ayahku. Burung-burung pemakan biji-bijian bertengger di atas kabel listrik yang terhubungkan oleh tiang-tiang. Desa yang adem.

Tiba-tiba sebuah sapu lidi terbang melayang menuju ke arah kami. Ayahku panik. Sepedanya hilang kemudi dan BYUUUURRRrrrrrrrr...kami terjerembab ke sawah. Basah sudah baju ini.
Aku tanya pada ayah, "Kenapa kita dipukul wanita itu ayah?"
Ayahku juga tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja kami di pukul dengan sapu lidi bergagang bambu yang panjang itu.

Kami naik dari sawah dan menanyakan apa yang terjadi. Wanita itu bukannya menjelaskan tapi malah mengomel kepada ayahku dan aku. Dia meminta supaya membayar hutang makan kemarin kepada kami yang berjumlah 10 ribu. Kami yang merasa tak punya hutang pun menolak dan menanyakan apakah yang hutang itu benar-benar kami. Kami minta ia supaya memperhatikan kami dengan seksama. Apakah wajah kami benar-benar mirip tukang hutang itu?

Dia pun mengamati ayahku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah puas mengamati sambil mentertawakan kami yang kotor oleh lumpur akhirnya wanita pemilik warung makan itu minta maaf. Ia telah mamastikan bahwa bukan kami yang hutang makan kemarin. Ia hanya mengingat sepeda dan baju yang dipakai penghutang kemarin dan katanya sama persis dengan sepeda dan baju ayahku yang hijau gelap.

Bebersih badan dan sepeda pun kami lakukan di sier sebelum pulang. Dan kami pulang dengan berharap tingkat tinggi supaya kami tidak masuk angin sambil mencoba bersabar agar hati tidak dongkol lagi. Pelajaran 2 dari ayahku hari ini adalah jangan mengenakan baju hijau gelap karena akan disangka tukang hutang.
Salam

39 comments:

  1. Mundur Selangkah untuk melompat lebih tinggi...
    Salam kenal dari Pekanbaru :D

    ReplyDelete
  2. wakakakak....

    pelajaran kedua tuh, bikin saya ngakak....

    ReplyDelete
  3. (maaf) izin mengamankan KEEMPAT dulu. Boleh kan?!
    Untung bajuku hijau muda ya, kang.

    ReplyDelete
  4. (maaf) izin mengamankan KELIMAAAAXXXZ dulu. Boleh kan?!
    Untungnya lagi bajuku yang satunya bukan hijau tua tetapi BIRU

    ReplyDelete
  5. ini juga merupakan pengalaman bersepeda mas, kok nggak di ikutkan acaranya Kang Isro...tentang pengalaman mengesankan bersepeda.

    salam.

    ReplyDelete
  6. Pelajaran ketiga dari sahabatku.. Jangan pernah ketawa sendirian malam2, bisa mengganggu tetangga dan dikira orang gila...hahaha :-D
    haduh...kelewatan juga tuh orang, masak main gebuk gitu aja, gak lihat2 dulu siapa orangnya...
    Selamat mas, sampeyan sudah sukses bikin saya rada waras dikit...hehehe :-D

    ReplyDelete
  7. hehehe ...
    mungkin ada tambahan pelajaran ketiga, jangan ngutang sambil naik sepeda ...
    sungguh cerita yang mengesankan ..

    ReplyDelete
  8. Kayaknya nasib lagi apes ya mas. Mudah-mudahan lain X gak lagi ya? hehe salam adem ayem ajah

    ReplyDelete
  9. wah,sial banget tuh bro,kok bisa keliru sih?Yah ambil hikmahnya aja bro.

    ReplyDelete
  10. cuma mau mengabarkan... saya juga ikutan kompetisi surat cinta Mas....

    ReplyDelete
  11. @pekanbaru: salam kenal juga sob.
    @sibaho way: terima kash kang.
    @alamendah: bajuku juga ga hijau mas.
    @badruz: nanti diikutkan deh
    @aishalife: maksh mbak
    @udienroy: mks mas.
    @kang sugeng: nanti kesana pak.
    @marsudiyanto: monggo pak.
    @hpnugroho: hehe btl mas.
    Salam hangat tuk semuanya.

    ReplyDelete
  12. Meh ning Ulujami, golek APEM sing menthul2...

    ReplyDelete
  13. heuheuheuheu,,masa pake baju ijo ga boleh
    wkwkwkwkwkwk,,

    ReplyDelete
  14. wakh jangan jangan hari poter nih bisa terbang sapunya

    ReplyDelete
  15. Selamat malam, salam D3pd ^^

    ReplyDelete
  16. @d3pd: salam
    @blog me is back: jiahahaha

    ReplyDelete
  17. waduh mas, besok saya nggak make baju warna tu lagi...

    ReplyDelete
  18. @berry devanda: selamat berpakaian non hijau mas.

    ReplyDelete
  19. penuh makna tapi lucu n seru juga

    berkunjung n ditunggu kunjungan baliknya makasih

    ReplyDelete
  20. hihihi jangan mengenakan baju hiau udah kaya di pantai selatan yah hehe...
    salam kenal buat yang punya blognya...

    ReplyDelete
  21. kang dasir, apa kabar
    mampir dulu....
    aimisyu.....

    ReplyDelete
  22. @darah biru, agoenk07, yangputri, embun777: makasih semuanya

    ReplyDelete
  23. ngeri juga ya ampe dilempar sapu lidi..
    pengalaman yang menarik mas..
    berarti warna hijau menjadi warna sial ya..
    hihihihi...

    ReplyDelete
  24. ahahahaha main lempar aja penjual makanannya...

    ReplyDelete
  25. hahahahha...gak apa apa disangka tukang hutang, daripada disangka tukang ngepet. LOL

    ReplyDelete
  26. bisa diadukan sebagai delik pencemaran nama baik atau penganiayaan tuh
    kalo jaman sekarang kan lagi populer

    ReplyDelete
  27. Wah seru juga& asik tuh. jadi inget masa lalu ama bokap juga.

    ReplyDelete
  28. Hari yg apes, ga makan nangka tp kena getahnya, pelajaran buat wanita pemukul, teliti sebelum membeli, biar ga ada yg d rugikan.
    Salam hangat smoga sukses selalu

    ReplyDelete
  29. nice posting dasir... btw sudah lama tak berkunjung. templatenya berubah lagi ya

    ReplyDelete
  30. selamat pagi Kang Dasier..., lama nggak nongol nih, sedang sibuk ya....semoga sehat selalu.

    salam

    ReplyDelete
  31. @badruz,baezur,liza,insankamil,soewoeng,zulhaq,sauskecap: makasih semuanya. Salam

    ReplyDelete
  32. hehe...ada-ada aja
    Masak pakek Hijau Gelap disangka Tukang Hutang neh?
    hehe....
    Mantap bro...

    ReplyDelete
  33. @humorbendol: namanya juga kejadian mas.

    ReplyDelete

Sahabat katakan sesuatu untuk dasir..perkataanmu kan memotivasiku untuk terus berkarya...

Related Post

Related Posts with Thumbnails