Seminggu sudah dasir dan wong tunjung mudik. Mudik untuk menghadiri resepsi pernikahan kakakku 'Ida'. Dulu aku bercerita perjalanan kakakku menuju ijab qabul, sekarang dasir ingin menulis beberapa hal konyol dan sinting yang dasir alami selama seminggu.
Tak biasanya dasir pulang dari Jakarta naik bis ekonomi. Biasanya kalau tidak bisnis ya eksekutif *Sok kaya kowe sir!* Kaya apa? *mudah2 an saja bukan kaya monyet hihihi* Alasanku naik bis bisnis atawa eskutif karena dasir tidak merokok dan tidak mau menghirup asap rokok. *Ooh begono! Ngemeng dunk..*
Bis berangkat dari Jakarta pukul 20.00 atawa jam wolu bengi. Dasir dan Wong Tunjung naik bis ditemani anak tetangga, *bukan anak setan?* bukan, lalu para penumpang, kondektur dan supirna. *kok bukan masinis?* ya bukanlah, mas inis kan yang mengendalikan sepur.
Dì tengah jalan, bis berhenti. *bukan di tengah sungai, juga bukan ditengah laut apalagi di tengah hutan* ternyata..e..e..ternyata jalan di Indramayu redang diperbaiki. Sudah macet, penuh asap rokok lagi. Kepalaku langsung pusing. Secepat kilat kututupkan jaketku ke mukaku.
'heer..heer..' aku tinggal tidur saja. Aku terbangun. Kutengok jam di Hapeku menunjukkan pukul 3 pagi. Aku tidur lagi. Percuma melek mau ngapain, jam segitu enaknya kan emang tidur. Jam 5 aku dan anak tetangga sholat subuh dikendaraan. Dengan berwudlu menggunakan air mineral, aku taksir akan kesiangan kalo harus menunggu sampai di Pekalongan. Benar, turun di Wiradesa jam hape telah berganti menjadì jam 6.
Ojek merayu minta dinaikin.
"Pulang kemana mas, ayo naik ojek aja, bertiga juga ndak papa?"
"Tunjungsari, maaf sudah dijemput Pak!"
Kami menyeberang dari utara ke selatan melewati zebra cross di depan truk dan bus yang berhenti karena lampu merah.
Di depan gereja Pantekosta, Wiradesa kami menunggu kakakku Roni. Setengah jam berikutnya dengan Revo merah kak Roni berjaket levis berhelm hitam mendekat. Secepat siput merayap aku dan anak tetangga naik ke motor.
"Wusss..."
Motor melaju dengan kecepatan 60 km/jam.
Jalanan Wiradesa-Bojong yang membujur dari utara ke selatan kami lintasi 10 menit lalu belok ke barat di jembatan Pengkol. Selanjutnya 3 pria ini membelah persawahan dan belok kanan di pertigaan. Sebuah SD Negeri menjadi penanda bahwa kami harus belok kiri menuju perempatan lalu belok kanan dan berhenti di depan Mushola Nurul Jannah. *di situ tho rumahmu sir?* Iya.
Rame. Itulah suasana rumahku. Motor dan sepeda parkir berjajar. Bapak-bapak dan pemuda berkopyah berbaju koko dan bersarung duduk bersila di musholla. Sebagian duduk di kursi depan pelaminan bergaya etnis jawa.
Ayahku menyambutku. Kucium tangannya sambil melangkah menuju dapur. Aku agak sungkan lewat depan. Samping rumah kususuri untuk sampai dapur. Dapur rame banget. Penuh perabotan masak dan ibu-ibu yang membantu hajatan kakakku.
Bersambung..dulu ah..ngetik pake hape agak repot