Wednesday, August 26, 2009

Kembali ke Jakarta

Kita lanjutkan episode terakhir Kembali ke Jakarta

Siangnya kami tertidur semua. Capek banget dan melelahkan. Ternyata hajatan nikah tak seringan yang dibayangkan. Harusnya nikah itu mudah dan ringan. Kayaknya tergantung masing-masing orang kali ya. Sahabat, apabila kalian mengadakan hajatan nikah buatlah yang seringan mungkin tapi tetap bernilai tinggi bagi tamu undangan dan teman-teman.

Matahari beranjak ke barat kurang lebih pukul setengah tiga, Kakak sepupuku minta di anterin ke Tegal Suruh, Sragi. Katanya mau kondangan.Kami berangkat berempat. Aku memboncengkan kakak sepupu ku. Melewati jalan di tengah sawah yang di aspal tahu 2000 kami manuju ke Sragi. Aku berada di depan dan kakak sepupuku yang lain berboncengan berada di belakang. Jalanan di desa tak seramai di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Makanya kami bisa ngebut.

Di desa Babalan Lor Kecamatan Bojong motor karisma di depanku berjalan rada pelan. Akupun mendahuluinya. Kakak sepupuku yang dibelakang dengan Jupiter Z birunya mengikutiku. Beberapa motor dan mobil aku balap, karena takut kesorean. Sebuah motor Supra dengan kandang ayam di belakangnya mengendarai agak cepat, karena aku pingin cepat sampai di Tegal Suruh maka juga kubalap. Pas di Desa Beji masih di Bojong setelah melewati motor ayam itu motorku oleng. Goyangannya kuat sekali ke kanan dank kiri.seperti ada yang menyenggol bagian belakang motorku. Kakak sepupuku yang membonceng berteriak.

“Eh Sir, piye iki… piye iki?”

Iya berpegangan kencang ke pinggangku yang mencoba mengendalikan revo yang mulai tak beraturan jalannya. Rem kutarik kuat-kuat sambil menurunkan gas.

“Seaaaaakkk….seeooooookkkkk……”

“Chhhhhhiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttt……….!!!!!!!!!”

“Huh..hah..huh..hah..dag..dig..dug..der..dor…” nafasku terengah-engah.

Alhamdulillah motorku berhenti tanpa jatuh dan roboh. Kakak sepupuku bersyukur sesyukur-syukurnya. Bagaimana tidak bersyukur? Seandainya pertolongan Alloh SWT tak datang tepat waktu dengan memerintahkannya berpegangan kuat kepadaku mungkin ia telah terlempar jauh. Dan aku tidak tahu apa yang terjadi. Qodarulloh. Sebab keadaan motorku masih kencang 80 km/jam, karena baru saja membalap.

“Sir, kenopo motormu?” Tanya kakak sepupuku bingung.

“Aku ra reti?” jawabku pendek sambil gemetaran

.

“Wah Sir yo pantes! Wong kempes banne..!” lanjutnya sambil melongok ke ban belakang motorku.

“Yakin Sir, aku mau wedi banget!” tambahnya dengan mimik ketakutan.

Kamipun berjalan mencari bengkel untuk menambal ban.*Bukan menambal baju!*

Sebenarnya sebuah bengkel tepat di seberang jalan dimana aku menghentikan motorku, tapi ia tak melayani tambal ban. Ia memberipetunjuk berjalan sekitar 500 meter ke selatan. Di sana katanya ada bengkel tambal ban.
Awalnya ketika sampai di bengkel itu, pintunya tertutup. Sehingga kami mengira tutup. Namun waktu kami meningglkan bengkel tersebut kurang lebih 10 meter, sang pemilik pas keluar dan melihat kami lalu memanggil.

“Hey Mas, neng opo motore?” teriaknya.

“Anu pak, kempes!” balasku singkat.

Bapak itu mebongkar ban belakangku dengan lihai. Dibukanya tutup pentil, lalu di congkelnya ban luar setelah itu ditariknya ban dalamnya. Ia lincah bangeet, andaikan ia penari gerakannya lemah gemulai. Andaikan ia penyanyi suaranya merdu. Andaikan ia pemain bola gocekannya maut. Andaikan ia sprinter, mungkin Usain Bolt akan di kalahkanya.*Hey, ngelantur kemana sih!*

“BUszyeeeeeetttttt…maasya Allooh!” teriakku dalam lubuk terdalam.*Ciaaah..bahasa mana tuh?”*

Kawan, bannya tersayat dan termasuk dalam kategori terpotong. Pantaslah kalau motorku bergoyang melebihi garangnya goyang ngebor Inul. Sebuah paku berbentuk huruf V menancap di ban luar menusuk dan mengoyak ban dalam.

Bayangkan sendiri ya..bagaimana rusaknya itu ban.

Selama motor ini di beli baru sekali ini harus di ganti. Dan kenapa harus dengan jalam begini periode penggantiannya. Lagi-lagi Qodarulloh. Takdir Alloh berbicara lebih dari ketidaktahuan dan menunjukan kelemahan serta ketidak berdayaan kita menghadapi dan merubah apa yang telah di gariskan oleh Sang Maha Berkehendak.*Karena kamu pas di rumah, biar kamu yang ngganti bukan kak fani yang ganti ban..ehheehhehe*

Ban dalampun diganti dengan ban merk federal. Kami duduk menunggu kurang lebih 30 menit. Sambil menunggui bapak penambal ban aku iseng mengambil gambar dengan K530i ku.

Kakak sepupu dengan Jupiter Znya mendatangi kami. Ia tadi membalapku sewaktu aku berhenti dan tadinya kami menyuruhnya duluan tapi ternyata mereka lebih ingin bareng-bareng saja.

Dua puluh menit kami di tambal ban. Dan tiga puluh ribu biaya yang harus ku keluarkan untuk membayar ban dan jasa penggantiannya.

Kami sampai di Tegal suruh pukul 15.20 wib. Dan hanya sebentar lalu langsung pulang 10 menit berikutnya. Pulangnya kami tak lewat jalan yang tedi. Kami mengambil jalan lewat Pabrik Gula Sragi menuju Klunjukan melewati jalan tengah sawah Kentung dan Secangkring atau Grecek. Nyampe di Tunjungsari pukul 16.30 wib.

Bersih-bersih sesudah balik kloso lebih ringan daripada sesudah resepsi. Cukup ngepel lantai yang berminyak. Malamnya pun kami bisa bercengkerama mesra. Keponakanku dengan tingkah polah dan celotehnya membuat kami tertawa riang melupakan kelelahan dan kepenatan.

“Lek..lek..Lek nduwe Ibu ora?” tanyanya lugu.

“Mboten, Lek nduwene Simak..” hahahaahaha.

Dalam kamus besar bahasa jawa yang namanya ‘ibu’ itu ya semakna dengan ‘simak’. Lha namanya anak juga baru 3 tahun, nanyanya aneh bin ajaib. Mengapa ia bertanya seperti itu? Karena dalam sehari-hari ia memanggil kak Fani dengan panggilan ‘IBU’ bukan ‘SIMAK’ seperti saya. *Hehehe..wong tunjung ikut ketawa ahh…*

Tapi sangat disayangkan. Resepsi dan balik kloso yang membahagiakan memakan korban. Ayahku yang kelelahan pinggangnya rematik. Ia minta dipijitin sama tukang urut Wo Was. Sebelum ia datang aku mengurutnya sebisaku. Yang penting asal sentuh dan tekan, katanya enak dan nyaman. Mungkin karena jarang aku memijitnya, sehingga ia sambil melepaskan kangen pada anak bungsunya ini minta dipijitin terus. Hihiihihi..biasanya nekan tombol monitor mesin kini nekan tubuh orang. Kaishan juga bapakku. Sudah tujuh puluhan ia usianya tepatnya aku kurang tahu berapa usianya. Ia sendiri tidak tahu, kapan tanggal lahirnya. Di KTP-nya ia ditulis sama pejabat desa tahun 1932 dan masa berlakunya seumur hidup.

Hari Minggu tanggal 16 Agustus tahun 45 eh 2009 besoknya hari kemerdekaan kita. Aku merapikan ruangan yang belum rapi dan mencuci baju yang kotor. Maklum dari Jakarta hanya membawa beberapa potong pakaian ganti. Sedang pakaian yang lama sudah tidak pada muat dan kurang enak dipakai. Karena sudah kusam.

Tanggal tujuh belas Agustus aku merayakannya dengan pergi ke sawah membantu Bapak yang telah sehat mengangkati gabah 15 karung. Jaraknya yang lumayan jauh dan tidak bisa di lewati mobil membuatku mengangkutnya menggunakan motor Revo dengan di taruh di boncengan. Bersama suami kak Fani aku bergiliran membwa kelimabelas karung padi hasil panen yang msing-masing berbobot plus minus 50 kg..

Sorenya aku bersilaturahim ke rumah saudara sepupu yang lain di RW sebelah. Puncaknya malam nanti aku hendak balik merantau ke Jakarta. Mencari sejumlah uang buat bekal hidup.

Pukul 17.00 aku menata keperluan baju dan perkakas yang harus kubawa Kembali ke Jakarta. Baju, tas, kamera, hape, charger, kunci kontrakan, Alqur’an, buku, bolpoin, flasdisk, kopyah, beras dan sedikit oleh-oleh buat teman kerja di pabrik nanti serta tetangga.

Aku hanya membawa 3 kg kripik singkong buatan adik ipar kak Fani. 3 kg lanting yang dibawakan Kak Roni dari Kebumen. Aku rasa cukup. Mandi dulu biar seger dan tidak mabok waktu naik bus. Makan malam.biar ga masuk angin. Sebotol air minum.

“Nyuuut…nyuuuut..nyuuut…” berat kepalaku selepas mennunaikan sholat maghrib. Badanku juga gemetaran tak karuan.

“Mak, aku turu sik bae yo. Ngko nek sehat yo mangkat jam 21.30 pu o naik kereta Ekonomi…” pintaku pada bundaku. *Ciaaah..sekarang pake bunda segala.* Cuma di cerita ini ko..hehehe.

“Lha, sampeyane neng opo?” jawab bundaku.

“Mumet banget karo gemeteran koyo iki. Cok e kerono mau pas ngangkuti pari ra nganggo topi dadi kepanasan.”

“Tak gaweke wedang anget, gelem pora?” tawar bundaku.

“Gelem..” jawabku sambil merebahkan badanku.

Sesaat kemudian beliau membawakan segelas the hangat untuk anak bungsunya ini. Kuseruput pelan-pelan dan kuminum hingga habis. Aku tidur hingga pukul 21.00 dibangunin mas Ozan. Ia menanyakan apakah aku jadi berangkat tuk Kembali ke Jakarta malam ini tidak? Tapi aku menjawab besok saja berangkatnya. Ia juga menawari mau berangkat ke Jakarta naik mobil pribadinya Lek Ahmed tidak. Kujawab tidak mau. Karena aku tidak akrab dengan Lek Ahmed dan jarang bertemu dengannya. Meskipun kami sama-sama mencari nafkah di Jakarta. Katanya Lek Ahmed akan berangkat jam 23.00 wib. Berhubung juga aku sudah terlanjur kuat banget ngantuknya akupun kembali tidur dengan menjalankan sholat Isya terlebih dahulu.

Dalam hati aku berpikir, sebenarnya jika ikut Lek Ahmed bisa eanggaran tapi aku terlanjur menjawab tidak, malu rasanya menarik ucapan. *Sok loe…*

Aku tidur nyenyak tapi kadang terbangun lalu tidur lagi. Aku bermimpi telat berangkat ke Pabrik. Jam 4 pagi aku bangun, aku langsung bingung. Aku mau naik apa pagi ini Kembali ke Jakartanya. Naik bus baru sampai Jakarta jam 17.30 wib, naik kereta Bisnis nyampenya jam 15.30 wib. Padahal aku harus berangkat kerja pukul 16.00. Kubuka hape K530i ku dengan OPMIN untuk On Line. Aku berharap ada kereta yang berangkat jam 7 pagi. Itu aku lakukan karena aku tak hafal jadwal kereta Eksekutif, biasanya Cuma sampai level Eonomi dan Bisnis. Gaa kuat duitnya. Tapi demi kerjaan agar tidak terlambat, aku berniat naik kereta Eksekutif.

“Dapat nih infonya..ARGO SINDORO..JAM 6.50 DARI SEMARANG KE JAKARTA..HARGA RP 180.000,- ah masih bisa di tolerir dengan APBW (Anggaran Pengeluaran dan Belanja Wong Tunjung) hehehe..” *Kayaknya loe masih belekan tuh,,cuci muka dulu ngapa?* Hehehehe…maklum bingung…

Sejurus kemudian aku langsung mandi untuk persiapan sholat subuh dan nanti usainya langsung berangkat ke STASIUN PEKALONGAN pukul setengah enam. Jarak antara rumahku dengan stasiun lumayan jauh dan bisa di etmpuh dengan motor 30 menit.

Selepas sholat subuh aku pamitan kepada kedua orang tuaku dan kak fani serta mas Ozan ayng sedang menata tempe untuk dijual. Setelah berpelukan dan meminta doa aku pergi dianta dengan REVO oleh kak fani. Aku hanya mencium keponakanku Adi dan Dwi yang masih tertidur, tak tega aku membangunkannnya dan kalaupun bangun nanti Dwi malah nagis pingin ikut ke Jakarta.

Setengah jam kemudian aku sampai di stasiun. Kak Fani mengantar hanya sampai tempat naik angkot ke stasiun. Ia tak berani mengantarku sampai stasiun karena tak punya SIM.

Ke loket.

“Pak satu tiket Argo Sindoro satu ke Jakarta. Berapa?” pesanku kepada petugas loket,

“Rp 220.000,-!” jawabnya.

“Loh kok naik, di Internet 180 pak?”

“Lha itu mas yang terbaru!” sambil menunjukan info harga terbaru di dinding.

Yah,,meskipun mahal tetap kubeli. Yah idep-idep numpak sempur Eksekutif sepisan Gimana sih rasanya jadi orang kaya yang naik Eksekutif…

Jam 7.53 kereta yang hendak kunaiki datang dari Semarang. Waktu transit hanya dua menit. Aku masuk gerbong 3 kursi 5A. Lumayan juga berAC dan tempat duduknya dua-dua. Tak ada pedagang yang rame seperti di Ekonomi dan Bisnis. Juga tak ada yang merokok, cocok untuk dasir dan wong tunjung yang anti nikotin dan tembakau. Sayang saja meskipun mahal tak ada makanan, snack ataupun minuman…Sampailah aku di Stasiun Jatinegara dengan selamat. Akhirnya dasir dan wong tunjung Kembali ke Jakarta tepat jam dua belas teng.

Selesai,,,terima kasih dasir dan wong tunjung ucapkan kepada sahabat sekalian yang dengan setia mengikuti cerita mudik seminggu dasir dan wong tunjung. Mudah-mudahan bermanfaat sampai jumpa lagi di cerita yang akan datang.

Wassalamu’alaikkum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Salam saying tuk semua sahabatku tersayang…PIIIIIIIIIIIIIIISSSSSSSSSSSSSSSS



20 comments:

  1. @dasir mas,kepanjangan tuh episod terakhirnya..

    ReplyDelete
  2. @dasir mas,kepanjangan tuh episod terakhirnya..

    ReplyDelete
  3. lirik keataaaaaaaassssssss.. waaakakakakak.. di isi sendiri maaaaaaaassssss

    ReplyDelete
  4. Para Sahabat mari kita gunakan momentum PUASA RAMADHAN ini untuk mempersatukan RASA.. membentuk satu keluarga besar dalam persaudaraan ber dasarkan CINTA DAMAI DAN KASIH SAYANG.. menghampiri DIA.. menjadikan ALLAH sebagai SANG MAHA RAJA dalam diri.. menata diri.. meraih Fitrah Diri dalam Jiwa Tenang ..
    Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
    I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll

    ReplyDelete
  5. wah ceritanya panjang banet.....tapi asyik

    ReplyDelete
  6. @kangboed aku juga kaget pas selesai posting..mana lupa lagi kasih tanda html hehehe

    ReplyDelete
  7. @kangboed salam sayang tuk sahabatku yang lg khusu' bls komen dirumahnya..

    ReplyDelete
  8. @nursam Iya,maaf ya kalo kepanjangan..hehehe

    ReplyDelete
  9. @nursam Salam kenal,,terimakasih jangan bosan ya..

    ReplyDelete
  10. Jakarta adalah kota impian bagi orang-orang perantauan. Bermimpi mendapatkan segalanya di jakarta. Namun ada kalanya orang-orang yang enggan untuk merantau ke jakrta karena kepadatannya, macetnya, dll

    salam mampir ke blog kami

    ReplyDelete
  11. @gostav adam aku tersasar oleh iseng..shg nyampe jakarta..salam sayang dan cinta damai..

    ReplyDelete
  12. walaaahhhh kasian bane kuwi.... akhirnya nyampe neng jakarta yo mas.... wkekekekekek

    aq wez nang suroboyo wae ora merantau nangdi2 ach.... xixixixixi

    ReplyDelete
  13. @vie-three loo dening jeng viethree tiyang suroboyo tho..hehehe..andaikan dulu tak ikut tes kerja disekolah mgkn tak akan sampai di Jkt..gara2 iseng jadi begini,tapi qodarulloh jeng..

    ReplyDelete
  14. @suwung pantesan loading lama,ternyata masku datang..berat be ge te..bawaanya pingin libur terus. Kapan mudik kang?

    ReplyDelete

Sahabat katakan sesuatu untuk dasir..perkataanmu kan memotivasiku untuk terus berkarya...

Related Post

Related Posts with Thumbnails