Thursday, November 26, 2009

Bukan Malaikat Pencabut Nyawa

Dua karung gabah masing-masing berbobot 52 kg dan 53 kg. Keduanya nangkring di langkring depan dan boncengan belakang sepeda jengkiku. Dengan kepayahan kutuntun pelan-pelan sepeda. Hari ini aku mendapat tugas membawa gabah itu ke pabrik penggilingan padi Pak Dhe H.Baedlowi. Beras hasil penggilingan rencananya mau digunakan untuk hajatan nikahan kakak kelimaku, Dila. Tahun 2001 ia dilamar orang Tirto, kota Pekalongan.

Pukul 14.00 wib. Matahari mulai lengser dari singgasana tertingginya. Antrean di pabrik Ricemill mulai banyak setelah buka pukul 1 lebih 45 menit. Bahkan ada yang sudah menunggu di luar gedung pabrik sejak pukul 13.00 tadi. Biasanya yang begitu adalah warga dari luar desa Tunjungsari. Nash, karyawan Pak dhe memutar diesel. Asap hitam mengepul dari corong knalpot diesel. Asap hitam yang keluar dari pembuangan kotoran diesel berbahan bakar solar itu menimbulkan bau yang tak sedap. Diesel itu sebagai motor penggerak mesin penggiling padi. Getaran yang ditimbulkan mesin penggiling terasa mengguncang gedung. Kebisingan yang ditimbulkan diesel dan mesin penggiling memantul ke dinding memekakan telinga.

Karung bertuliskan netto 50 kg tapi berisi ± 53 kg gabah kering milik orang, diangkat Nash ke kepala sebelum ditumpahkan ke corong mesin Ricemill. Enteng sekali kelihatannya. Mungkin karena Nash sudah terbiasa jadi gabah segitu mungkin dianggapnya tumpukan kapas kali ya sama Nash. He..he..he.. Bagaimana tidak biasa? Ia sudah kerja di situ sejak aku masih MI hingga aku STM. Kulit gabah atau kami sering menyebutnya dedeg muncrat dari corong ke penampungan sementara di ruang belakang mesin Ricemill. Sedang beras hasil kelupasan mengalir ke bakul melalui corong depan. Bakul terbuat dari anyaman bambu telah dipersiapkan Nash untuk menampungnya. Jika bakul telah penuh, Nash menuangnya ka karung. Padi punya orang telah selesai digiling dan Nash meminta sang empunya untuk mambawa beras yang telah terkuliti ke mesin Ricemill pembersih yang berada di sebelahnya.

2 karung padi kering milikkku mendapat giliran untuk dipecah. Kebetulan aku mendapat urutan nomor 5. Aku bersiap menadah padi kelupasan dengan bakul. Lalu kumasukkan ke karung bekas gabah tadi. Setelah itu kugeret karung pertama ke mesin Ricemill pembersih yang jaraknya sekitar 2 meter dari mesin pemecah gabah. Berikutnya karung kedua menyusul di belakang karung 1 untuk antri.

Waktu ashar telah tiba. Tapi berasku belum bersih juga. Tepat pukul 16.15 wib, 2 karung berasku mendapat jatah untuk dibersihkan. Bekatul dari padi kukumpulkan untuk umpan ayam di rumah. Selesai sudah beras digiling oleh karyawan yang satunya. Beras ditimbang oleh Bu De ku, Wo Khur. Ia istri dari Pak Dhe H.Baedlowi. Tadinya bukan ia yang jaga, namun sepeninggalnya pak Dhe mau tak mau ia harus jaga Ricemill. Total jenderal beras yang digiling ada 60 kg. Biayanya Rp 6000,- dengan perhitungan biaya jasa penggilingan adalah Rp 100/kg. Sedangkan bekatulnya di gratiskan kata Wo Khur.

“Matur nuwun nggih Wo!” ucapku.
“Podo-podo Ndung!!” jawab Wo Khur ramah.

Beras yang tadinya 2 karung kini tinggal 1 karung setelah mengalami proses penggilingan. Kuangkat beras tadi dengan kupeluk dan menggunakan kedua tanganku memegang pojokan karung tersebut. Sedangkan bagian atasnya biar tertutup rapat ku pocong dengan tali rafia kuat-kuat. Kuletakkan komplotan beras dalam karung itu di boncengan belakang sepeda jengki. Supaya tidak jatuh kuikat karung dengan tali yang kubuat dari sobekan karet ban dalam bekas sepeda. Perasaan beras 60 kg dengan gabah 105 kg lebih enteng gabah 105 kg. Apa karena aku sudah kecapekan kali ya. Aku merasa tak kuat memboncengkan beras 60 kg. Sepeda jengkiku bagian depan hendak terangkat sewaktu aku mau mulai menggenjotnya.
“E…e..ee..eee..eee”
Dari belakang seorang Paman berteriak, “Ati-ati, ndung!!”
“Inggih, Lek!” sahutku.

Sepeda berjalan 10 meter sepedaku goyang ketika menuruni turunan yang tak mulus jalannya. Dan….”GEDEBUG!!!!!” beras setengah karung itu jatuh dari boncenganku. Bersamaan itu pula sepedaku roboh ke kiri. Dan aku sendiri ikut roboh. Bokong karung itu sobek tersangkut baut as roda belakang. Mungkin aku kurang kuat sewaktu mengikatnya.

Lek Rali lari dari teras rumahnya. Ia menunduhku yang terjatuh. Aku disuruhnya memegang setang sepeda kuat-kuat. Ia lalu mengangkat beras dan menaruhnya di langkring depan. Setelah itu ia memintaku duduk di boncengan sambil mengemudikan sepeda. Jadi sepedanya tak ku genjot kawan. Tapi bisa dikatakan dituntun.

Cahaya matahari di ufuk barat mulai kemerahan. Ashar hampir habis. Jam dinding telah memperlihatkan jarum pendeknya di angka 5 dan jarum panjangnya di angka 10. Aku bergegas menuju kamar mandi sambil berdoa mau ke toilet, “Allaahumma innii a’uudzubika minal khubutsi wal khobaaits”. Tak lupa aku menenteng handuk di pundakku. Ku guyur sekujur badanku. Segar sekali. Debu bekatul beras hilang dari tubuhku mengalir bersama air suci yang mengguyur dari ujung kepala hingga ujung kakiku.

Angin berhembus menambah dinginnya suasana sore menjelang petang. Aku tak berlama-lama di kamar mandi. Ku gosok seluruh personil jasad kerempeng anugerah Ilahi dengan sabun Nuvo family warna merah. Kami sekeluarga menggunakan sabun Nuvo karena tergiur dengan iklan di TV. Waktu itu nuvo mengadakan kunjungan untuk memberikan hadiah ke keluarga-keluarga yang menggunakan sabun nuvo. Tapi ternyata harapan kami kosong belaka. Agen itu tak pernah mampir ke rumahku.
Aku tak lupa menggosok gigi seri dan gerahamku yang tadi siang habis makan cumi dengan kuah kentut hitamnya. Ssedapp ssekalli!!

Segera handuk kutarik dari gantungan. Kubalutkan di pinggangku untuk menutup auratku dan beranjak menuju kamar untuk ganti pakaian. Baju kukenakan. Sarung kulilitkan. Sajadah kugelar menghadap kiblat. Rambut kusisir. Selanjutnya…..

“Allaahu akbar…!!!”

Kuterbuai dalam kubangan kekhusyu’an sholat asharku yang terlambat. Sungguh kenikmatan ibadah yang tak terkira. Suasana khusyu’ membuatku merinding ditambah hembusan udara dingin desa yang membuat bulu kudukku berdiri. Bersimpuh jiwaku dalam sujudku.

“Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh..!” sambil kutengokkan wajahku ke kanan. Pertanda sholat ashar telah selesai. Rasa khouf dan tawadlu’ menyelimuti doaku dan wiridku. Tasbih, tahmid, takbir dan tahlil membasahi bibirku.

Seusai sholat dan dzikir badanku makin merinding. Dingin menusuk pori-poriku. Rasa nyeri menusuk-nusuk lambungku. Kupegang leher dan jidatku. Panas!! Badanku mulai menggigil. Buru-buru aku meminum teh hangat. Kedua kakiku seperti kesemutan dan pegal-pegal. Kuambil jaket. Aku belum memberitahu ibuku. Kunang-kunang mulai bertebaran di atas kepalaku. Pusing. Aku pusing. Pandanganku kuning dan kabur.
Kulihat lidahku di cermin. “Yah kotor! Jangan-jangan typhes? Ah aku harus makan biar ada yang mengganjal di perut ini.”
“Mak, aku lapar. Aku pingin makan!”

Malam harinya, Pak Wandi datang ke rumah untuk memeriksaku. Ia dokter di desa kami. Ia di panggil oleh ibuku untuk memeriksaku. Setelah diperiksa aku positif terkena gejala typhes. Tiga hal yang harus aku hindari selama penyembuhan adalah tidak boleh makan pedas-pedas, es dan kecapekan jika aku tak ingin penyakit ini datang lagi.
Sekarang aku harus istirahat selama pernikahan kakakku.

Ku terbangun dimalam hari. Suara kokok ayam tetangga bersahutan. Gelap. Hanya warna putih duduk bersimpuh yang nampak di hadapanku. Badanku merinding. Mungkinkah ia malaikat yang hendak mencabut nyawaku? Satu tanda akan datangnya kematian dari yang 3 telah hadir di jasadku. Ya karena aku sering sakit. Itulah pelajaran tentang koreksi diri bagi umat manusia meskipun bukan di masa senja. Selain tumbuhnya uban dan bertambahnya usia. Badanku yang meriang dan demam karena efek typhus menambah rasa takutku. Ku amati dengan seksama. Bukan. Itu bukan malaikat pencabut nyawa. Tapi itu siapa ya? Sepertinya dia ibuku yang sedang mengenakan mukena. Ia sedang duduk bersimpuh di atas sajadah. Dan ia sedang berdoa dengan kedua tangannya menengadah ke atas. Tak ku dengar apa yang ia minta. Ku hanya mendengar ia sesekali sesenggukan.

Ia mendampingiku di samping tempat tidurku. Ia tidak tidur. Ia sedang menemaniku yang sedang jatuh sakit karena typhus dan perlu banyak istirahat. Dan mungkin dalam doanya tadi salah satunya ia berdoa bagi kesembuhanku. Sungguh ia seorang ibu sejati.
“Ibu aku sayang kamu, jangan kau tinggalkan aku Ibu!” lirihku

Goresan Panjang yang kurang greget ini aku maksudkan tuk turut serta menghebohkan Karnaval Blog : Minum Teh Bersama Ibu yang diselenggarakan oleh yang terhormat Pak Guskar. Mohon Maaf Pak, Hanya ini yang bisa dasir tulis. Semoga tidak mengecewakan. Salam

39 comments:

  1. pertamaaaaaaXXXXXXXXXXXXXXX
    siang akang dasirrrrrr

    ReplyDelete
  2. ketigaaaaaaaXXXXXXXX
    I love you maaaaaaaaammmm

    ReplyDelete
  3. keeemppaaaaaaXXXXXXXXXX
    aku doain mudah2an kang dasir menang

    ReplyDelete
  4. kelimmaaaaaXXXXXXXXX
    pamiiiiit kaaaaangg
    met beraktifitas

    ReplyDelete
  5. waaaaahhhh ayo semangat, semoga menang yak..... emang siy kurang greget, idenya kurang mantap mungkin..... tp chaiyoooo..... ^^

    ReplyDelete
  6. @yangputri : siang yangput, congratulation pertamax terus, semoga aktivitasmu berkah ya, salam
    @viet-three : ini sebenarnya dua artikel yang kupotong, jadinya kok kayak gini, sudah terlanjur dipublish,masak di tarik, ga lucu kayaknya..semoga bermanfaat.salam

    ReplyDelete
  7. hhhh... sampai lama saya menghela nafas... kasih sayang itu mmg tiada bandingannya..

    btw, artikel ini sdh diterima di blog carnival mas.. terima kasih atas partisipasinya

    ReplyDelete
  8. @guskar : terima kasih ats kesediaan pak uskar menerima artikel saya.salam

    ReplyDelete
  9. Salam Takzim
    Dooh merinding bacanya, sungguh tulisan yang menyentuh jiwa,
    Dihari yang penuh arovah ini perkenankan saya mengucapkan
    Selamat Hari Raya Idul Adha 1430H
    Semoga pengurbanan kita tidak sia-sia
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
  10. Mantap tulisannya mas..met hari raya idul adha

    ReplyDelete
  11. kasih ibu sepanjang jalan dan akan bisa terbayar
    pamit bro, tolong jagain ya rumah mayaku

    ReplyDelete
  12. @zipoer7 selamat hari raya idul adha juga ya pak, semoga Alloh menerima semua amal ibadah kita amin, kalau kurban aku ndak kurban tahun ini jadi ya, gitu deh..
    @dinoe : makasih mas..salam
    @kawanlama95 : insya Alloh mas mirzam..salam

    ReplyDelete
  13. @dadangsupriyadi n sang cerpenis bercerita: met idul adha juga, salam

    ReplyDelete
  14. Waduh, Mas dasir udah posting duluan... Momen yang pas untuk mengekspresikan kasih sayang anak buat seorang ibunda...

    Btw, alhamdulillah udah ga melorot lagi Kang?... Manntaaaap !

    Selamat idul Adha ya Kang dasir...

    Salam

    ReplyDelete
  15. @casrudi: ya kang, hbs dari tmpt pak yayat lgsung meluncur ke pak guskar. Alhamdulilah stl fotona kuhapus jd kmbli normal. Makash ya kang atas supportya, salam

    ReplyDelete
  16. wah..
    selaen ibu tadi yang berdo'a ..
    aku do'ain juga dah buat Kang dasir ..

    biar menang..

    ReplyDelete
  17. @andthere : makasih doanya ya, menang kalah tak jadi masalah yang penting silaturahimnya. Salam

    ReplyDelete
  18. Kunjungan pagi & Selamat Hari Raya Idul Adha 1430 H
    Semoga pengorbanan kita bermanfaat & mendapat pahala berlimpah.

    ReplyDelete
  19. @dedekusn: amin, met idul adha ya kang. Korban apa kang?

    ReplyDelete
  20. kasih ibu .... tak kan habis tuk diperbincangkan ....met iedul adha tuk sobatku tercinta

    ReplyDelete
  21. alam Takzim
    Setelah mendapatkan butiran hikmah dari penceramah Idul Adha, mari kita tauladani tiga sosok utama Ibunda Hajar, Nabi Allah Ismail AS dan Nabi Allah Ibrahim AS agar kerja keras dan pengabdian kepada Allah menjadi bekal nanti di Yaumil Hisab
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
  22. @desri: ya teh, salam
    @zipoer7: salam takzim kang..

    ReplyDelete
  23. Salam silaturahim dari Lereng Muria di hari raya Idul Adha 1430H :D

    Salamnya emPIISSSS sama emBEEEEKKKKKK. wokokokokkkk

    ReplyDelete
  24. @cah ndeso: salam idul adha, kukuruyuuuk..

    ReplyDelete
  25. Tersentuh sekali Mas saya bacanya. Saya harap suatu saat ada buku kumpulan cerpen karangan Mas Dasir :)
    Sekaligus saya mengucapkan : Selamat Hari Raya Idul Adha.

    Salam hangat selalu :)

    Ohya, kemarin saya kirim email ke MAs Dasir.

    ReplyDelete
  26. maaf baru bisa berkunjung...
    setelah disibukan oleh berbagi urusan offline...

    Selamat Memaknai Idul Adha

    Salam Hangat Selalu

    ReplyDelete
  27. @arkasala: sudah kubaca pak, tapi lupa belum membalas..amin, mohon doanya saja pak...
    @abula: gapapa kang aku sudah membaca apa yang terjadi kok, jadi bisa memakluminya..semoga sukses ya kang salam..

    ReplyDelete
  28. tulisan yg sangat menyentuh, bunda jadi ikut terharu.
    Semoga kita bisa menjadi anak2 yg berbakti utk kedua ortu terutama ibu kita ya Mas,
    salam.

    ReplyDelete
  29. @bundadontworry : amin, makasih bunda ya..salam

    ReplyDelete
  30. kasih ibu memang sepanjang jalan, sepanjang jaman... semoga menang karnaval ya, mas...

    ReplyDelete
  31. @funky fun-T mimi allegra: amin, makasih ya mi...salam

    ReplyDelete
  32. kalo aku yang keberapaxxxx ya???

    ReplyDelete
  33. Catatan Menjelang Karnaval Blog MTBI
    Pertama, saya wajib mengucapkan terima kasih kepada teman-teman narablog yang telah mengirimkan artikel untuk meramaikan acara Karnaval Blog : Minum Teh Bersama Ibu. Artikel yang masuk cukup banyak, yaitu 50 naskah. Artikel yang dikirimkan ada yang berupa, Esai, Fiksi, Puisi, atau Ringan Interesan. Semua bagus, dan itu telah membuat saya kesulitan mana yang akan ditampilkan dalam karnaval nanti.
    http://guskar.com/2009/12/13/catatan-menjelang-karnaval-blog-mtbi/

    ReplyDelete

Sahabat katakan sesuatu untuk dasir..perkataanmu kan memotivasiku untuk terus berkarya...

Related Post

Related Posts with Thumbnails