Rani menggoreskan ballpoint birunya di tiang bambu rumahnya. Tidak seperti biasanya, malam itu Ibunya masuk kamarnya tanpa ketuk pintu terlebih dahulu.
"Rani! Apa yang kau lakukan? Jangan kau coret-coret tiang rumah!" bentak ibunya yang memergoki Rani.
"Enggak Bunda. Rani cuma.." jawab Rani ketakutan.
Sambil mengambil peralatan tulis Rani, tangan kiri Ibunya menjewer telinga Rani.
"Ibu sering melihatmu melakukan ini beberapa kali. Jadi, Ibu akan menghukummu kali ini. Kamu tidak boleh ke sekolah 3 hari. Dan peralatan tulis ini, Ibu sita sampai hari ketiga! Paham."
"Bunda, jangan hukum Rani untuk tidak boleh sekolah. Rani pingin pintar Bunda." rengek Rani memohon.
Ibunya malah membentak.
"Jatah ballpoint dan buku kamu kan sebulan cuma satu. Kalau digunakan buat corat-coret nanti habis di tengah bulan, siapa yang mau belikan? Hah..!"
Rani terdiam tak berani melawan. Ia hanya membayangkan jika Ayahandanya masih di sini, ia bisa minta dibelikan buku dan ballpoint. Dan peralatan tulis itu bisa ia gunakan untuk menyalurkan hobi menulisnya.
Hari pertama ia tak sekolah, ia membantu ibunya membuat jajan pasar. Pas Ibunya ke pasar, ia mencoba mencari buku tulis dan ballpointnya. Namun tak ketemu juga.
Di sekolah, teman-temannya heran. Kenapa sekretarisnya tak masuk? Dan tidak mengabari pula. Akhirnya yang mencatat di papan tulis tadi sang ketua. Mana tulisannya kecil-kecil lagi, yang duduk di belakang pada teriak-teriak jadinya.
Sepulang sekolah mereka menjenguk Rani. Tapi ibu Rani melarangnya.
Demi mengetahui keadaan Rani, Roni dkk sembunyi-sembunyi selepas maghrib. Mereka menuju kamar Rani. Dari balik pagar mereka memanggil Rani.
"Ran.. Rani!" panggil Roni berbisik.
"Siapa itu?" tanya Rani berbisik pula.
"Ini Roni ketua kelas. Kenapa tadi pagi tidak sekolah?" Roni coba mengorek info.
"Bundaku melarang sekolah sebagai hukuman karena aku corat-coret tiang rumah," jelas Rani.
"Oh gitu, pantesan tadi sore kami dilarang menemui Rani. Oke besok Roni sampaikan ke Pak Guru. Biar beliau yang menyelesaikan. Kami pulang dulu, takut ketahuan."
"Jangan Ron!"
Roni tak membalas, karena sudah lari bareng teman-temannya.
Yang menyahut malah Ibunya.
"Jangan apa Ran?" tanya Ibunya
"Tidak apa-apa Bunda." jawab Rani ketakutan. Ia masih trauma dengan jeweran kemarin.
"Ya sudah, tidur sekarang. Pagi jam 3.30 nanti Bunda bangunkan untuk bantu Bunda!" pinta Bundanya.
Rani pun menuruti perintah Bundanya. Ia cuci muka dan kaki sekaligus berwudlu untuk sholat Isya terlebih dahulu sebelum tidur. Selepas sholat Isya ia membaringkan tubuhnya untuk istirahat. Namun matanya tak bisa dipejamkan. Ia kangen sekali ingin menulis di tiang itu. Tapi peralatan tulisnya disita Bundanya.
Dengan terpaksa Rani pun memejamkan matanya. Nyenyakpun menghinggapi balutan tidur Rani.
Pukul 3.30 pagi Ibu Rani masuk kamar untuk membangunkan Rani. Tak lekas ia membangunkan anak tunggalnya itu.
Iseng-iseng ia membuka tabir yang menutupi tiang kamar putrinya. Selama ini ia hanya menegur dan memarahi putrinya jika mendapati Rani sedang mencoret tiang itu.
Putri kecil hasil hubungan dengan suami yang telah meninggalkan mereka itu masih tertidur pulas. Dan Ia pun mulai membaca goresan tangan kecil anaknya.
"Rani! Apa yang kau lakukan? Jangan kau coret-coret tiang rumah!" bentak ibunya yang memergoki Rani.
"Enggak Bunda. Rani cuma.." jawab Rani ketakutan.
Sambil mengambil peralatan tulis Rani, tangan kiri Ibunya menjewer telinga Rani.
"Ibu sering melihatmu melakukan ini beberapa kali. Jadi, Ibu akan menghukummu kali ini. Kamu tidak boleh ke sekolah 3 hari. Dan peralatan tulis ini, Ibu sita sampai hari ketiga! Paham."
"Bunda, jangan hukum Rani untuk tidak boleh sekolah. Rani pingin pintar Bunda." rengek Rani memohon.
Ibunya malah membentak.
"Jatah ballpoint dan buku kamu kan sebulan cuma satu. Kalau digunakan buat corat-coret nanti habis di tengah bulan, siapa yang mau belikan? Hah..!"
Rani terdiam tak berani melawan. Ia hanya membayangkan jika Ayahandanya masih di sini, ia bisa minta dibelikan buku dan ballpoint. Dan peralatan tulis itu bisa ia gunakan untuk menyalurkan hobi menulisnya.
Hari pertama ia tak sekolah, ia membantu ibunya membuat jajan pasar. Pas Ibunya ke pasar, ia mencoba mencari buku tulis dan ballpointnya. Namun tak ketemu juga.
Di sekolah, teman-temannya heran. Kenapa sekretarisnya tak masuk? Dan tidak mengabari pula. Akhirnya yang mencatat di papan tulis tadi sang ketua. Mana tulisannya kecil-kecil lagi, yang duduk di belakang pada teriak-teriak jadinya.
Sepulang sekolah mereka menjenguk Rani. Tapi ibu Rani melarangnya.
Demi mengetahui keadaan Rani, Roni dkk sembunyi-sembunyi selepas maghrib. Mereka menuju kamar Rani. Dari balik pagar mereka memanggil Rani.
"Ran.. Rani!" panggil Roni berbisik.
"Siapa itu?" tanya Rani berbisik pula.
"Ini Roni ketua kelas. Kenapa tadi pagi tidak sekolah?" Roni coba mengorek info.
"Bundaku melarang sekolah sebagai hukuman karena aku corat-coret tiang rumah," jelas Rani.
"Oh gitu, pantesan tadi sore kami dilarang menemui Rani. Oke besok Roni sampaikan ke Pak Guru. Biar beliau yang menyelesaikan. Kami pulang dulu, takut ketahuan."
"Jangan Ron!"
Roni tak membalas, karena sudah lari bareng teman-temannya.
Yang menyahut malah Ibunya.
"Jangan apa Ran?" tanya Ibunya
"Tidak apa-apa Bunda." jawab Rani ketakutan. Ia masih trauma dengan jeweran kemarin.
"Ya sudah, tidur sekarang. Pagi jam 3.30 nanti Bunda bangunkan untuk bantu Bunda!" pinta Bundanya.
Rani pun menuruti perintah Bundanya. Ia cuci muka dan kaki sekaligus berwudlu untuk sholat Isya terlebih dahulu sebelum tidur. Selepas sholat Isya ia membaringkan tubuhnya untuk istirahat. Namun matanya tak bisa dipejamkan. Ia kangen sekali ingin menulis di tiang itu. Tapi peralatan tulisnya disita Bundanya.
Dengan terpaksa Rani pun memejamkan matanya. Nyenyakpun menghinggapi balutan tidur Rani.
Pukul 3.30 pagi Ibu Rani masuk kamar untuk membangunkan Rani. Tak lekas ia membangunkan anak tunggalnya itu.
Iseng-iseng ia membuka tabir yang menutupi tiang kamar putrinya. Selama ini ia hanya menegur dan memarahi putrinya jika mendapati Rani sedang mencoret tiang itu.
Putri kecil hasil hubungan dengan suami yang telah meninggalkan mereka itu masih tertidur pulas. Dan Ia pun mulai membaca goresan tangan kecil anaknya.
"Hari ini Bunda memarahiku. Itu terjadi karena kesalahanku. Aku yakin marahnya bukan karena ia benci padaku, tapi tanda perhatian dan sayangnya padaku. Ia berkali-kali mengatakan bahwa ayah telah tiada. Namun ternyata ayahku pergi meninggalkan kami. Ia menikah lagi dengan wanita lain. Aku salut pada Bundaku, ia bekerja membanting tulang demi aku. Ia selalu membelikanku peralatan tulis setiap tanggal 5. Dan hari itu adalah hari yang kutunggu setiap bulan. Meskipun aku hanya mendapatkan 1 buku dan 1 ballpoint setiap bulan, namun dengan ballpoint itu aku bisa menulis di tiang ini. Menuntaskan rasa sayangku padanya dan rasa syukurku pada Ilahi yang menganugerahkan seorang ibu yang baik sepertia dia. Ya Alloh berikanlah kesehatan kepada Bundaku, ampunilah dosanya dan maafkanlah segalanya. Sungguh aku ingin menyampaikan ini kepada Bunda, tapi aku tak berani.
"Bunda, Aku Sayang Bunda."
"Ayah..."
"Bunda, Aku Sayang Bunda."
"Ayah..."
Hanyut ia dalam goresan Rani. Tak terasa pipinya basah oleh air mata. Namun ia heran dengan tulisan paling terakhir. Kenapa tak diselesaikan?
Rani terbangun.
"Bunda.. Kenapa Bunda menangis?" tanya Rani polos.
Dipeluknya Rani erat-erat.
"Nak, maafkan Bunda ya. Malam ini, kau tidurlah. Esok kau boleh sekolah. Dan sebarkanlah cinta dengan tulisanmu, Nak. Maafkan Bundamu ini yang tidak bisa membantu mengembangkan hobimu. Bunda sayang sama Rani." ucap Ibunya.
"Rani juga sayang Bunda. Rani harusnya yang meminta maaf Bunda, karena selalu membuat Bunda susah. Terima kasih ya Bunda atas semuanya. Sungguh Rani sayang Bunda." balas Rani.
Rani terbangun.
"Bunda.. Kenapa Bunda menangis?" tanya Rani polos.
Dipeluknya Rani erat-erat.
"Nak, maafkan Bunda ya. Malam ini, kau tidurlah. Esok kau boleh sekolah. Dan sebarkanlah cinta dengan tulisanmu, Nak. Maafkan Bundamu ini yang tidak bisa membantu mengembangkan hobimu. Bunda sayang sama Rani." ucap Ibunya.
"Rani juga sayang Bunda. Rani harusnya yang meminta maaf Bunda, karena selalu membuat Bunda susah. Terima kasih ya Bunda atas semuanya. Sungguh Rani sayang Bunda." balas Rani.
Salam Hangat Tuk Sahabatku Semua
Artikel ini diikutsertakan dalam kontes menulis yang diadakan oleh Indonesia Menulis yang diSponsori oleh:
01. Sawa Sanganam
02. Mbak Diah
03. Bujang Rimbo
04. Ahmad Sofwan
05. WP Template Gratis
06. Khairuddin Syah
07. Reseller Indobilling
08. Ardy Pratama
09. Hangga Nuarta
10. Abdul Cholik
11. Herman Yudiono
12. Aldy M Aripin
membabat pertamaaaaax dulu, pagi kang dasir :-D
ReplyDeletemembabat premiuuuum, hayu kita olahraga kang biar badan seger :-D
ReplyDeletemembabaaat solaaaaaaarrr
ReplyDeletecerita yang ringan tapi bagiku sangat menyentuh, begitu sayang dan pengertiannya rani thd bundanya.., salut untuk rani
ReplyDelete@yangputri
ReplyDeletePagi yang.. Makasih atas apresiasinya.. Salam
Mengharukan, Ranie adalah gambaran anak yang dinanti oleh banyak Ibu :) *tapi bukan nasibnya :)
ReplyDeleteSalam :)
sediiiiiiiiiiiih Q membacanya
ReplyDeleteteringat orang tua Q
vote !
ReplyDeletekeren banget tulisannya. bikin kuduk merinding :)
bagus banget ceritanya, hobi menulis memang harus disalurkan, biar bakat tidak terpendam saja.
ReplyDeletesemangat buat menulis, dan kreatif..
salam sukses selalu..
Cara Membuat Blog
@aribicara
ReplyDeleteterima kasih ats sanjungannya..aduh celananya melorot hihhihi..:}
@sibaho way
terima kasih mas..salam
@cara membuat blog
Salam sukses mas...terima kasih atas supportnya..
@ihsan
jangan sedih mas..hanya menyalurkan cerita kok..salam
mampir sambil mbaca bentar...
ReplyDeleteSALAM SOBAT
ReplyDeleteARTIKEL MENARIK
ya kalau ibu memarahi itu tandanya sayang,,karena selalu memperhatikan anaknya.
berbahagialah jangan sedih,,,
@dias
ReplyDeletesilakan dinikmati sob..salam
@nura
terima kasih atas kunjungan dan supprotnya mbak..salam
baca ctulisan yang tebal bikin merinding dan air mata pada demo pingi keluar .....
ReplyDeleteSalam Sukses Selalu
Tulisannya,,bagus
ReplyDeleteMantap
Semoga dapat penghargaan..
Sukses deh
ini bukan Rani Juliani yang itu kan :)
ReplyDelete@abula
ReplyDeleteAda tho kang demo air mata, aku malah pas ngetiknya mereka ngetok pintu nya kenceng bgt. Kebelet katanya.. Hahaha. Salam
@dadang
Terima kasih pak, amin. Salam
@nyubi
Bukan atuh sob.. Itu mah suka gangguin suami orang.. Hahaha.. Salam
waaahhhh aq jadi terhanyut, tapi sayangnya aq bingung baca ketika ada kata-kata rani dan roni.... hehehehe ^^
ReplyDeleteterharu saya.
ReplyDeleteSemoga tulisan ini menjadi pemenangnya.
Salam sukses selalu :)
untung bundanya segera sadar ya. kasihan Rani kalo gak boleh sekolah
ReplyDeleteMenarikkk,
ReplyDeletesukses terus...
kunjungan siang,
salam suksesssss
Ikutan kompetisi menulis itu ya? Saya [memutuskan untuk] tidak ikut, karena saya lihat isi blognya Review Poker melulu... CMIIW
ReplyDeleteBtw, semoga menang ya....
@arkasala
ReplyDeleteAmin..makasih pak ya..
@dedekusn
Aku ikut terharu kang.. Malam kang.
@vie_three
Roni dan Rani memang pasangan dr skenario vit, kalo ku rubah diomelin wong tunjung. Hahaha
@isnuansa
Aku g tahu maksudnya teh.. Yang penting nulisnya.. Hehe salam
@sang cerpenis bercerita
Cuba g sadar berarti pingsan ya mbak.. Salam
wakh aku bacanya jadi terpaku...hebad buanget tulisannya
ReplyDelete@jr
ReplyDeleteAh hanya nulis seadanya mas.. Makash atas apresiasinya.. Salam
Rani.. kirain yang rame di tipi.. eh ternyata bukan
ReplyDeletepasti Bunda sayang n bangga ama Rani yaa
@elmoudy
ReplyDeleteSaya juga bangga ama elmoudy.. Salam
Saya org yg gampang terharu..
ReplyDeletetapi sdh malu untuk menangis..
hanya ber kaca kaca..
Tulisan mengalir lugu
tapi luar biasa !!
salam.
malam mas dasir...
ReplyDeletesemoga sukses ya...
@embun777
ReplyDeleteKacanya bening kang ya?
@berry devanda
Malam mas.. Amin.. Salam
ini bukan Rani Juliani kan?
ReplyDeletehehehe...
uhuuu..rani yang malang. bukan papa...kalo baca cerita sedih, aku suka menempatkan diri jadi sosok melaankolisnya....sukses ya mas dasir, salam sayang dari bandung selatan
ReplyDelete@aprie
ReplyDeleteRani juliani tdk suka nulis dia sukanya nangis. Hahahaha..
@desri susilawani
Kalo musuhnya yg sdh, teh Desri ttp sdh dunk.. Hihi salam
duh, so touching... (ngelap tetesan aer mata pake ujung baju MODE ON...)
ReplyDelete@funky fun t-mimi alegra
ReplyDeleteBener nih cucah ngetik namanya. Ada tisu juga neh.. Mau?
sifat seperti Rani yg didambakan ortu terhadap anak2nya, namun bundanya Rani juga tak bisaterlalu disalahkan, mungkin dgn banting tulang menafkahi keluarga, jadi kurang peka pd keinginan anaknya.
ReplyDeletesebuah cerita yg mengharukan sekaligus sebagai cerminan untuk para ibu.
semoga bisa memenangi kontes ini ya Mas.
salam.
@bundadontworry
ReplyDeleteterima kasih bunda..salam
Menulis-menulis sambil ikutan kontes
ReplyDelete@alamendah
ReplyDeleteYa begitu kang, sambil menulis postingan sekaligus berkompetisi.
Trmksh. Salam:-)
Buagus bngt Mas dasir. Tulisannya sangat pas buat lomba, semoga kemenangan ini menjadi milik kita bersama, amin.
ReplyDeleteBtw, blog penyelenggaranya 'kuning' maksudnya gimana Mas?
@kang sugeng
ReplyDeleteIsinya poker, sex, dkk-nya kang sugeng. Coba cek saja kang. Salam
Bagus yah,
ReplyDeleteaku suka,,,^
keep writing,,,^
@ihsan: makasih mas, insya Alloh.
ReplyDeletetulisan yang bagus. Semoga menang di kontesnya :)
ReplyDeleterani suruh nulis di blog bos
ReplyDeleteselamat ya om, semoga menang JR doakan.....
ReplyDeletegimana? dah ada kabar belum...? lama juga teteh ga sempet main ke sini ya...
ReplyDelete@arkasala: amiin...
ReplyDelete@suwung: dia hanya makhluk impiannya antasari kang...
@jr: amiiin..
@desri: belum nanti januari teh..makasih ya ats dukungan sahabat semua...salam
semoga menang. mudik kemana? gak punya kampung halaman nih.hiks
ReplyDelete@sang cerpenis bercerita: mudik ke pekalongan mb, natal di jakarta donk mb?
ReplyDeletembok sekali kali si rani ngisi blog diriku ya
ReplyDeletebagus sekali ceritanya bro
ReplyDeletelayak menang
salam untuk rani
jadilah anak yang berbakti kepada orang tua
Mantaps Rani....
ReplyDeleteEh,,,kok Rani?
Mantaps bang...
Sukses ya...
:)
wah cerita yang penuh arti kehidupan. hmm jadi pengen ikutan nulis nih hehe salam dingin2 hangat panas mas sampai jumpa di posting berkutnya
ReplyDeletemangtafff, semoga menang
ReplyDelete@udienroy: ayo menulis!
ReplyDelete@attaya: amin
@pencerah: salam
@humorbendol: alhamdulilah kalo mantap
@suwung: nulis apa kang?
Goresan tangan si Rani bagus bro...
ReplyDeletehehe...jadi pengen punya putri kayak Rani nih...
@humorbendol: Kesini terus ya kang..maaf ya..salam, semoga mendapatklan keturunan seperti rani...
ReplyDeleteMenyentuh sekali, Mas Dasir. Pada kedalaman nurani. Saya doakan menang... :)
ReplyDelete@khery sudeska: amin..makasih
ReplyDeleteBeruntung Rani sangat baik dan selalu positif thingking. Sehingga tidak terjadi konflik batin yang terlalu lama terpendam dalam jiwa.
ReplyDeleteSementara diluar sana masih banyak Rani-Rani lain yang mudah negatif thinking pada ibunya. Ini PR buat guru termasuk saya.
Semoga sukses.
@puspita: trmksh atas knjgn, dukungan dan kmntry bunda..salam
ReplyDeleteTerhanyut dengan ceritanya...
ReplyDeleteKadang orang tua tak berusaha melihat lebih kedalam, menunggu sedikit untuk bisa memahami garis besarnya.
Cantik tulisannya.. walopun agak berkerut.. adakah yg melarang anaknya sekolah sbg hukuman ya...
salam, EKA
@eka: ada kak, ya di cerita ini. Makash ya atas dukungan dan knjgn srta komentarnya. Salam
ReplyDeleteMantap mas semoga berhasil.
ReplyDelete@badruz: makasih pak, amin..salam
ReplyDeleteSemoga keluar sebagai pemenangnya ya,mas.
ReplyDelete@tukangpoto:amin..makasih pak ya..salam
ReplyDeleteehm..ehm... ikutan kontes mas...? semoga menang dengan kisah rani-nya ya..
ReplyDelete*eh kata2 lanjutan setelah 'ayah' apa ya..
Postingan menjelang Hari Ibu, bagus sekali meski menyimaknya diwaktu yang sudah terlewati, sip.
ReplyDeleteSalam hangat!
@kidungjingga: apa ya?aku belum ngarang..
ReplyDelete@kips: ini sudah sebulan yang lalu..
buat saya ini bukan hanya sekedar sebuah cerita dan tulisan Kang ini adalah bukti nyata bahwasanya hanya seorang Ibu yang rela mati demi anaknya dan untuk kisah rani, itupun pernah saya alami kang dimana Ibu saya membanting tulang demi kami dan ayah ? sama persis dengan kisah ini
ReplyDelete*Jikalau aku mampu bernafas itu semua berkat Ibu
Bilamana aku bisa seperti sekarang semua tak lepas dari peran Ibu
Dan Jika hari ini aku bisa menulis, semua berkat kemuliaan Ibu..*
sedikit goresan sajak untuk Ibu
-salam-
@hariez: gemetar aku membc komentarmu riez, Smg Alloh senantiasa memberikan keberkahan utk hariez sekeluarga. Salam
ReplyDeletemenyambung cerita hariez.. kalo aku gmn mama bekerja keras setelah peninggalan papa :(
ReplyDeletedan sekarang aku yang sedang berjuang membalas kebaikan mama :(
@h: trmksh sob atas kunjungan dan komennya. Salam
ReplyDeletesalam sahabat malam-malam menyapa Kang Dasier, apa kabar Kang ?
ReplyDeleteselamat malam & selamat beristirahat
-salam sayang-
@hariez: malam riez, alhmdlh sht, km gmn? Sht jg kahn..salam hangat selalu
ReplyDeleterani yang baiiiikkkkk.....
ReplyDeletesemoga beruntung dan menang dalam kontes ini sob
Alhamdulillah bisa berkunjung kembali.
ReplyDeleteTapi kok sama ya belum update :-D