Sunday, June 28, 2009

Sepeda Jengki Pedal 9

Pedal 9
Ikan Teri


Pak Khaerudin masuk ke rumah, beberapa saat kemudian beliau keluar sambil membawa sebungkus nasi dan lauk ikan teri serta memberiku uang Rp 10.000,-.Walaupun sedikit menurut orang dewasa tapi bagiku Rp 10.000,- adalah uang yang banyak.Karena aku belum bisa mencari uang sendiri kala itu meskipun hanya sepuluh ribu bahkan seribu pun aku tak bisa.
Ucapan terima kasih tak lupa kusampaikan sembari pamitan dan menggenjot sepeda jengkiku.
”Assalamu’alaikum!”
”Wa’alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh” jawab beliau sambil melambaikan tangan.

Mentari belum menampakkan sinarnya.Udara dingin pagi masih begitu terasa.Sepeda jengkiku mulai berjalan perlahan-lahan.Gurat kelelahan telah berganti dengan semangat baru.Semangat yang timbul karena istirahat dan tenaga dari makanan yang diberikan Pak Khaerudin. Perbatasan Cirebon Kec.Aryawinangun dengan Indramayu telah kulewati.Para petani mulai mencangkul sawahnya.Ada yang sedang memupuk dengan pupuk Sriwijaya ataupun dengan pupuk Kujang.

Kendaraan sedang ataupun angkot mulai berlalu lalang di jalanan yang sedang diperlebar ini.Diperlebar karena buat persiapan menyambut Hari Raya Iedul Fithri.Di mana saat itu jalanan akan penuh dengan rombongan mobil dan motor dari Jakarta yang akan mudik ke Jawa.Meskipun hari tersebut bisa dikatakan masih lama.Bahkan jalanan sepanjang pantai di mana di situ merupakan kawasan Rumah Makan Sea Food bener-bener baru mulai diperbaiki.Di mana debu beterbangan dibawa angin ke barat, timur, selatan ataupun ke utara.Yang bandel biasanya ingin masuk ke mataku meskipun ada tanda dilarang masuk di kelopak mataku.Mataku merah oleh Si debu bandel.

Kuperhatikan para pekerja yang bekerja tanpa mengenal lelah meskipun matahari bersinar dengan panasnya.Mungkin dalam benak pekerja mereka seolah-olah sedang berjemur seperti turis kali yaaa.Padahal mereka adalah kuli yang siap dimandi dengan debu dan panas matahari serta aspal mendidih yang setiap saat sanggup menguliti epidermisnya.

Waktu telah menunjukkan pukul 10.00 wib.Satu jam berikutnuya Kab.Subang mulai kutaklukkan.Kuisi botol air mineral dengan air kran dari masjid di Subang.Waktu dhuhurpun telah tiba.Buru-buru kuambil air wudlu.Seuasai sholat dhuhur di situ kulanjutkan mengonthel sepeda jengki menyusuri jalanan Subang yang agak mendaki.Selain jalanan yang agak menanjak, tak ada pemandangan yang lain yang menakjubkan atau menarik mataku untuk melihatnya bahkan melirikpun segan mataku. Hanya Lokasi Pemancingan yang sekali kulihat papan Balihonya.Lumayan juga jalanan di Subang selain mulus dengan aspal juga tak ada Si debu Bandel yang pingin berlindung dan ngumpet di pelupuk mataku dari injakan ban mobil yang tak berperi keban-banan.Namun sebagaimana halnya sebuah kota yang berkembang, di Subang juga mulai nampak perumahan penduduk yang mulai berdempet-dempetan.Yang menandakan Subang adalah sebuah daerah yang mulai terkontaminasi dengan model kehidupan tak teratur macam Kota Jakarta.

Beberapa kali aku menghentikan kayuhan sepeda jengkiku sambil menyantap roti bolu persegi sisa kemarin.Termasuk kuembat nasi bungkus pemberian Pak Khaerudin dengan ikan teri sepesial bagi orang yang suka kabur dari rumah.Makanya kawan, pelajaran yang dapat kau ambil adalah jangan kau minggat dari rumah jika tak berbekal uang yang banyak, sebab jika kau bertemu orang yang baik ia akan mengasihimu dengan sebungkus nasi plus ikan teri.Sholat ashar aku dirikan juga di Subang.Di mesjid berwana putih.Aku lupa nama mesjid tersebut.

Sinar jingga merupakan pertanda maghrib segera menjelang, kupercepat kayuhan sepeda jengki biru tuk melalui kota Karawang dengan gedung-gedung tuanya.Gedung-gedung tua sisa peninggalan masa mempertahankan kemerdekaan dari hasrat kolonial Belanda yang belum puas menjajah NKRI selama 350 tahun.Dalam hati aku bertanya, Inikah Karawang yang tertulis dalam buku pelajaran sejarahku semasa aku duduk di bangku SMP dulu? Kawan, suasana zaman dahulu begitu terasa, sampai-sampai bulu ketekku berdiri sewaktu memperhatikan pemandangan itu.

3 kabupaten dalam sehari.Kuhitung perjalananku hari ini.Berarti 3 kabupaten ini luasnya melebihi 4 kabupaten yang aku benamkan kemarin.Pemalang, Tegal, Brebes dan Cirebon.Dihari kedua ini aku bermalam di Karawang, tentu di masjid kawan bukan di gereja atau pasar atau kolong jembatan atau bahkan pasar.Tidak.Di mesjid aku lebih merasa tenteram.Sebelum tidur aku sempet berdialog dan meminta izin dengan marbot mesjid.Tapi di sini aku berbohong, kukatakan aku orang Indramayu yang ingin ke Cikampek.Padahal aku kan orang Pekalongan yang sedang tamasya.Jadi jangan ikut-ikut ya teman.Ikut-ikutan bohong dan kabur dari rumah tentunya.Jam 04.15 aku sholat shubuh secara berjamaah di situ.

Dan hari ketiga, pagi-pagi buta aku kembali mengayuh sepeda jengkiku.Kota Karawang kususuri.Sedikit demi sedikit, semburat cahaya merah menerobos gerombolan awan putih yang seperti kulit domba gendut yang dirawat penuh kasih dan sayang oleh peternak domba yang rela tidur bareng domba tersebut dan rela tubuhnya selalu disemprot parfum aneh alias bau domba tersebut.Hawa dingin berubah menjadi hangat.Perut yang kosong telah kuisi dengan roti kering dan seteguk air kran yang telah berpindah ke dalam botol aqua.Pikiran akan kampung Tunjungsari benar-benar telah lenyap, yang ada hanyalah jalanan panjang beraspal yang berkelok-kelok, naik dan turun.Sepeda jengki kugenjot sekenanya.Di ujung pandangan tertulis di papan penunjuk jalan kota yang sering kudengar namanya jika waktu mudik telah tiba.Di mana para reporter TV sering berdiri di sana memberitakan tentang frekuensi kendaraan yang lewat di pintu tol tersebut.

Cikampek.Ya Cikampek.Daerah itu kini telah di depan mata.Jika aku telah melewati kota tersebut kota berikutnya adalah Bekasi selanjutnya Kota metropolitan yang terkenal dengan WC terpanjang di dunianya yaitu Jakarta.Meskipun termasuk Propinsi kecil namun karena merupakan ibu kota NKRI Jakarta menjadi daerah terpadat dan tujuan bagi siapa saja yang ingin merubah nasib dari kere menjadi konglomerat atau yang ingin tambah mlarat juga bisa.Akhirnya roda depan sepeda jengkiku menyusuri pinggiran kali yang panjang.Kalinya sih keruh tapi masih tetap nampak keasliannya. Tidak seperti kali-kali di ibukota yang hitam akibat pencemaran limbah pabrik yang tak bertanggung jawab seperti yang sering kulihat di siaran televisi ”DUNIA DALAM BERITA” di TVRI pukul 21.00 wib di rumah tetangga.Masjid berdinding warna biru dengan kubahnya yang menawan dan megah menjadi saksi akan kebesaran Ilahi.Terowongan Cawang dengan lampu temeramnya kulewati.Tapi aku lupa ke mana arah rumah Mbak Mabruroh ya.

Belakangan kuketahui setelah sekarang aku tinggal di Jakarta dan bekerja di salah satu Pabrik Otomotif setamatnya aku dari STM.Sungai yang panjang di pinggir jalan yang kulalui itu adalah Sungai Kalimalang.Sungai yang sumber airnya diolah menjadi air yang bersih oleh Themes Pam Jaya lalu disalurkan ke rumah-rumah warga di Jakarta.Selanjutnya Masjid berdinding biru yang megah itu adalah Masjid Al-Azhar.Di mana aku telah beberapa kali masuk ke dalamnya untuk kajian kitab dan bedah buku-buku Islam.Sunguh menakjubkan masuk ke Masjid yang besar itu kawan.

Memasuki terowongan penuh pedagang buah ’UKI’ aku tanyakan kebeberapa orang daerah Kampung Arafat Kel. Kebopala Kec. Makassar.Namun tak ada yang menjawab dengan pasti.Padahal nama daerah itu masih tertanam kuat dalam ingatanku sewaktu aku masih duduk di kelas 4 MIM Tunjungsari dan pergi ke Jakarta bareng Ibuku dan tetanggaku naik bus.Aneh apa mereka yang ndak tahu atau aku yang lupa. Entahlah.

Untuk selanjutnya kucoba menanyakan area di mana Tukang Peyek beroperasi.Karena kakakku adalah seorang pedagang peyek.Tapi mereka malah lebih parah tidak tahunya.Dari tampangnya sih sepertinya mereka udah lama tinggal di Jakarta tapi kenapa mereka tidak tahu. Mungkin orang-orang tersebut hanya tukang ojek yang mangkal di situ tapi tak pernah keliling-keliling Jakarta atau tak pernah bergaul atau bersosialisasi.Kan orang kota itu individualis semua ya.Kawan kalau kau hidup di Jakarta janganlah hidup hanya Pabrik-kontrakan bolak-balik tanpa bermasyarakat atau pasar-kontrakan pulang-pergi setiap hari.Cobalah ke masjid tuk jamaah dan ngobrol-ngobrol dengan tetangga barang sedikit.Biar nanti kalau ada yang nanya biar kau bisa jawab, Malunya kalau yang ditanyakan oleh orang yang bertanya padamu ternyata lokasinya di sebelah kita.Kan muka ini bisa gosong kayak dipanggang pakai pangggangan sate Wusdi.Atau seperti pantat srabi yang lupa diangkat dari cetakannya.Karena saking malunya.

Beberapa kali daerah itu aku putari dan kelilingi namun area para begundal peyek tak kunjung kudapati.Jam 10.00 rumah Pak Waryudi kutemukan.Padahal Jakarta khususnya daerah Kebonpala telah kuinjak-injak selama 2 jam. Artinya selama itu aku berputar-putar. Terowongan UKI yang sebenarnya bukan nama terowongan itu sbenarnya melainkan karena di sebarang jalannya berdiri UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA ( UKI ) dan jalur TRANSHALIM ( Jalur transportasi angkutan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma ) menjadi area yang paling subur seandainya aku adalah seekor kerbau yang membajak sawah dan akan menjadi pakaian yang paling licin jika aku adalah sebuah setrikaan.Karena semua orang di Pabrik Peyek Pak Waryudi yang merupakan Bos kakakku Mbak Buroh pada sibuk maka aku hanya ditunjukkan jalan ke kontrakan Mbak Buroh dan disuruh tanya-tanya nanti di sananya.

Ternyata tak disangka dan tak diduga serta tak dinyana, arah kontrakan Mbak Buroh adalah belok kanan jalur TRANSHALIM dari jalan yang aku putar-putari sampai 5 kali itu.Tadi pagi aku belok kiri di pertigaan Kampung Arafat, pantaslah kalau tak ketemu.

No comments:

Post a Comment

Sahabat katakan sesuatu untuk dasir..perkataanmu kan memotivasiku untuk terus berkarya...

Related Post

Related Posts with Thumbnails