Kacang Atom Garuda
Kawan karena penderitaan yang dialami kakakku semenjak balita (bawah lima belas tahun) sampai sekarang ia menjadi orang yang minder atau bahasa gaulnya rendah diri dan tak PEDE (percaya diri) bahkan untuk bertemu kambing Ayahku pun dia malu.Padahal kambing kan tak punya akal ya kawan.
Makanya begitu Kang Ibun menyuruh kakakku Mbak Buroh tuk pinjam uang ke tempat Pak Zaeni saudara sepupuku yang merupakan seorang pedagang tempe yang sukses yang tinggal di Buaran 1, Klender, Jaktim ia tidak langsung berangkat malahan bingung.Padahal Kang Ibun telah menjamin bahwa ia akan mengganti uang pinjaman sebesar Rp 100.000,- itu. Apalagi Kang Ibun telah menelepon Pak Zaeni, katanya.Uang pinjaman itu sebenarnya direncanakan untuk biaya pemulangan paket nyasar yang ia terima dan bikin repot Mbak Buroh saja, yaitu kedatangan si bungsu Mudda untuk dikembalikan ke Pekalongan.Karena Ibuku sudah tak tahan ingin bertemu si Kecil yang telah tumbuh menjadi perjaka nan lumayan handsome ini.
Allah Tuhanku ternyata lebih tahu tentang keadaan hambanya.Di saat Mbakku bingung apakah ia memang harus meminjam uang ke tempat Pak Zaeni yang kaya itu atau bagaimana, Allah mendengar desingan gurindam keluhan Mbakku.Ia kirimkan rizki tak terduga lewat seorang pengamen gadungan yang tak lain dan tak bukan adalah teman satu kontrakan Mbakku, MbakSari.Kenapa kukatakan pengamen gadungan? jawabnya karena ia tak setiap hari menjadi pengamen tapi ia akan jadi pengamen jika dalam keadaan kepepet atau lagi ada mut serta jika perintah sang suami yang bekerja sebagai Penjaga dan Perawat TPU ( Tempat Pemakaman Umum ).Mbak Sari bersedia meminjamkan uang sebesar yang diharapkan kakakku yaitu Rp 100.000,-.Uang itu merupakan gaji suaminya selama sebulan.Padahal kawan kalau kau pingin tahu uang tersebut rencananya akan digunakannya untuk membayar kontrakan bulan ini serta uang makan selama 2 minggu serta jatah si Jengger, ayam jago kesayangan suaminya yang disimpan dan tidur bareng sekontrakan di kamar seukuran 2.5 x 4 m itu.Dan kawan kau juga harus tahu keikhlasan teman kakakku ini karena jatuh tempo bayar kontrakan adalah tinggal 4 hari lagi.Uang kontrakan sebesar Rp 100.000,- dibagi bareng kakakku 1/3 nya.
Untuk meyakinkan Mbak Sari kakakku bilang, ia hanya pulang mengantarkan aku dan menghadiri pernikahan kakakku yang lain ”Muqorrobin (kakak ke-6)” di Kebumen selama 3 hari.Dan pada saat hari jatuh tempo ia akan mengembalikan uang tersebut.Sebab Kang Ibun yang rizqinya alhamdulillah lancar telah menjanjikan untuk menggantinya.Teman hikmah selanjutnya dari petualangan bersepeda ke Jakarta adalah Jika Kau tinggal di Jakarta Carilah Teman yang dapat kau Pinjam uangnya disaat kau sulit dan tidak meminta / pinjam apapun disaat kau senang.
Rencananya aku akan pulang naik kereta. Transportasi yang dari dulu aku idam-idamkan untuk menaikinya.Tak lupa kukabarkan rencana ini pada Ibuku di Pekalongan.Besoknya tanggal 29 Januari 2003 tepat pukul 06.00 pagi waktu indonesia barat aku dan Mbak Buroh pergi ke Pulogadung untuk berangkat naik bus ke Kebumen.Ke Kebumen karena kami akan menghadiri pernikahan Kang Bin pada hari kamisnya tanggal 30 Januari 2003.Pulogadung merupakan salah satu terminal bus antar kota antar propinsi (AKAP) besar di bilangan Jakarta Timur.Kami ke sana naik ojek biar cepat sampai. Rencana naik kereta api untuk pertama kalinya harus ditunda sampai waktu yang belum ditentukan alias dibatalkan.Karena ongkos kereta api bisnis lebih mahal dari ongkos bus.Sedangkan anggaran Rp 100.000,- kami tak sanggup tuk menjangkau biaya kereta api yang per kepala dihargai Rp 65.000,- kala itu.
Bus AKAP yang kami pilih mereknya seperti toko electronik di Wiradesa ”SINAR JAYA”. Sedang jurusannya adalah PORTUGAL ” Purwokerto sebelahnya Tegal ” .Belakangan kuketahui kalau mau ke Kebumen langsung dari Jakarta harusnya naik angkutan langsung bus jurusan Jogja.Maksudnnya Jakarta-Jogjakarta yang bernama “P.O Sumber Alam”.Namun karena untuk ke Kebumen tepatnya Karanganyar Mbak Buroh kurang berpengalaman ya yang dia pilih Jurusan Jakarta-Purwokerto setelah mengorek cara pergi ke Kebumen dari teman-temannya.Sedang aku adalah seorang prajurit yang nunut 15 apa kata perintah Jenderal. Makmum yang mengikuti gerakan Imam.Dan kuli yang mau disuruh-suruh bos.Aku hanya diam 11000 kata.Karena memang aku tak tahu menahu tentang bus atau kereta yang mau berangkat dari atau balik ke Jakarta.
Dalam perjalanan Jakarta-Purwokerto silih berganti orang naik dan turun.Kukira mereka penumpang jarak dekat, ternyata bukan. Dan anehnya meskipun mereka sama-sama naik bus tapi mereka tak bayar.Heran aku kok bisa ya naik bus ga bayar.Kakakku mau naik bus harus nyari pinjaman ke temannya, seratus ribu lagi. Kan berarti mahal naik bus itu.Ini malah naik turun tidak ditarikin ongkos sama kondektur seolah merupakan cs-nya.Ternyata orang-orang tersebut adalah para pedagang asongan, pengamen, pengemis dan peminta sumbangan. Pedagang asongan menjajakan tisu, air meneral kemasan botol dan cup, rokok, permen, gorengan, donat, buku, koran, buah, lontong, handuk kecil, teh kotak, ikat pinggang atau gesper, kipas bambu, cd (compact disk kawan bukan celana dalam), topi, senter kecil, mainan anak-anak, boneka dan yang terakhir adalah ballpoint, barang yang mengingatkanku akan penghianatan sang anak pada orang tuanya.
Mereka senang kalau ada yang membeli barang dagangannya.Tapi mereka ternyata lebih senang lagi kalau disuruh teriak-teriak.Suaranya yang nyaring seperti ember pecah yang jatuh dari atap rumahku membuat suasana bus begitu ramai tak terbayangkan dan memekakan telinga.Mereka saling bergantian berteriak, berkoar, berkokok serta mengaum atau melolong seperti serigala untuk menawarkan barang dagangannya.
“AQUA….AQUA….QUA…QUA…………………………………”
“Aqua Bu…Aqua Mas…Aqua Mbak…Aqua Pak….Cuma Rp 1500,- kok pak.”
Waktu itu harga aqua memang masih Rp 1500,-. Lain air mineral lain pula koran dan yang lainnya.
“KORAN-KORAN… TAHU..TAHU…TARAHU…TARAHU…IKAT PINGGANG...IKAT PINGGANG…SUNLIGHT…SUNLIGHT… CUMA 1000 RUPIAH…HANDUK.. HANDUK… GORENGANNYA PAK BU MBAK MAS DIK …”
“Mau nukar uang mas, Rp 100.000,- Cuma Rp 110.000,- kok mas..murah..”kata mbak-mbak sang juragan moneter.
Berbeda dengan pedagang asongan, para Pengamen punya cara tersendiri dalam usaha menghibur para penumpang yang tak butuh hiburan ini.Mereka ada yang ngamen bawa gitar, ada yang bawa kendang, ada pula yang bawa icik-icik (Semacam alat musik yang terbuat dari lempengan seng yang dibentuk setengah lingkaran lalu dibubuhi banyak tutup botol “COCA COLA” yang dilubangi dan dirangkai pada seng tersebut menggunakan paku yang diambil dari sisa proyek atau yang terbuat dari bambu yang juga ditempeli tutup botol ”SPRITE” dan disusun berbaris rapi seperti tentara mau perang di ujung bambunya sedang sisanya buat pegangan) mereka memainkan icik2 dengan dipukul-pukulkan ke paha mereka sampai kalau habis pulang ngamen paha mereka merah memar seperti daging sapi Idul Adha dan sakit tak tertahankan.Atau mereka memukulkannya ke telapak tangan kiri mereka hingga terbentuklah sebuah nada yang tak karuan bunyinya.Dan sambil membunyikan icik-icik itulah mereka menyanyi ngalor ngidul ngetan ngulon 16.
“AQUA….AQUA….QUA…QUA…………………………………”
“Aqua Bu…Aqua Mas…Aqua Mbak…Aqua Pak….Cuma Rp 1500,- kok pak.”
Waktu itu harga aqua memang masih Rp 1500,-. Lain air mineral lain pula koran dan yang lainnya.
“KORAN-KORAN… TAHU..TAHU…TARAHU…TARAHU…IKAT PINGGANG...IKAT PINGGANG…SUNLIGHT…SUNLIGHT… CUMA 1000 RUPIAH…HANDUK.. HANDUK… GORENGANNYA PAK BU MBAK MAS DIK …”
“Mau nukar uang mas, Rp 100.000,- Cuma Rp 110.000,- kok mas..murah..”kata mbak-mbak sang juragan moneter.
Berbeda dengan pedagang asongan, para Pengamen punya cara tersendiri dalam usaha menghibur para penumpang yang tak butuh hiburan ini.Mereka ada yang ngamen bawa gitar, ada yang bawa kendang, ada pula yang bawa icik-icik (Semacam alat musik yang terbuat dari lempengan seng yang dibentuk setengah lingkaran lalu dibubuhi banyak tutup botol “COCA COLA” yang dilubangi dan dirangkai pada seng tersebut menggunakan paku yang diambil dari sisa proyek atau yang terbuat dari bambu yang juga ditempeli tutup botol ”SPRITE” dan disusun berbaris rapi seperti tentara mau perang di ujung bambunya sedang sisanya buat pegangan) mereka memainkan icik2 dengan dipukul-pukulkan ke paha mereka sampai kalau habis pulang ngamen paha mereka merah memar seperti daging sapi Idul Adha dan sakit tak tertahankan.Atau mereka memukulkannya ke telapak tangan kiri mereka hingga terbentuklah sebuah nada yang tak karuan bunyinya.Dan sambil membunyikan icik-icik itulah mereka menyanyi ngalor ngidul ngetan ngulon 16.
Sedang untuk yang menggunakan gitar mereka biasanya lebih jelas nada dan melodinya, meskipun sambil menyanyi.Secara bergantian para pengamen dengan berbagai lagu bergantian naik turun menyertai bus Sinar Jaya yang mulai membelah kota Jakarta menuju Bekasi lalu tol Cikampek terus melaju Karawang-Subang-Indramayu-Cirebon-Brebes belok kanan ke arah Purwokerto.Lagu-lagu mereka kadang ada yang enak tapi tak jarang kita mendengar lagu yang tak jelas iramanya temponya ataupun melodinya.
Jika telah selesai mereka jalan dari tempat duduk depan ke tempat duduk penumpang paling belakang sambil menjulurkan kantong bekas permen ”MENTHOS” untuk meminta sedikit sedekah dari penumpang yang baik hati dan dermawan.Yang baik hati biasanya akan memberi Rp 1000,- tapi yang sedikit baiknya atau kurang baik paling yang keluar recehan cepek (Rp 100,-) dari dalam kantongnya. Meskipun ketika mengambil dari kantong ada pecahan Rp 50.000,-, ada Rp 20.000,-, ada Rp 10.000,-, ada Rp 5000,- dan seribuan.Tapi yang mereka cari pasti yang paling kecil nominalnya bahkan kalau perlu jika masih ada uang recehan Rp 25,- mereka akan memilih opsi yang terakhir. Sayang uang kecil bergambar burung pipit itu telah lenyap dari peredaran dikarenakan kebijakan moneter Bank Indonesia yang tak lagi menerbitkan si logam kesukaan penumpang yang sedikit baik hatinya itu.
Yang aneh adalah aku. Karena tak kudapati recehan logam di kantong baju dan celana serta di dalam tas Mbak Buroh, maka kuserahkan saja sebungkus ”KACANG ATOM MEREK GARUDA” yang kubeli dari salah satu pedagang asongan tadi.Kan nilainya Rp 250,- lebih besar 10 kali lipat dari Rp 25,- betul kan kawan.Diapun menerimanya sambil cengengesan menampakkan giginya yang hitam dan tonggos itu akibat sering menghisap tembakau yang dibungkus papir atau kelobot (kulit jagung ) alias rokok.Itu baru pengamen, lain lagi dengan Pengemis.
Mereka mengemis ada yang memang bener-bener butuh uang untuk makan dan hidup.Namun ada juga yang mengemis dijadikannya sebagai sebuah pekerjaan alias mata pencaharian.Ada yang buta, baik buta yang bener-bener buta ataupun yang pura-pura buta sambil menggunakan kaca mata hitam dan tongkat, Ada juga si buta yang dituntun oleh temannya yang sehat.
Ada anak kecil yang nyebarin amplop bertuliskan ”Mohon bantuan untuk biaya sekolah dan untuk makan sehari-hari, Terimakasih.” Ada pengemis yang pincang beneran tapi ada juga yang pincang bohongan. Ada juga yang berpuisi, padahal tampangnya seperti preman.Ada ibu-ibu yang mengemis dengan mengorbankan bayinya dengan di gendong seharian di bawah guyuran hujan dan panggangan sinar matahari.Semua itu dilakukan dengan harapan penumpang bus yang berjumlah ± 54 orang menjadi lebih kasihan dan lebih banyak memberikan sumbangan recehannya.Tapi alhamdulillah jarang ada pengemis yang masih muda dan mudi alias remaja belasan tahun.
Kita patut bersyukur jika generasi muda kita tak menjadi pemalas seperti pengemis-pengemis itu. Selanjutnya adalah si Peminta Sumbangan. Biasanya ia mengaku dari Pondok Pesantren atau petugas Pembangunan Masjid bagian Pencari dana.Mereka berseragam seperti kotoran cicak ”HITAM PUTIH”.Sebelum mereka berjalan membawa kotak amal dan di sodorkan kepada para penumpang bus yang ingin berinfaq, mereka biasanya akan mengoceh bak burung beo yang hanya di ajarkan untuk mengucapkan “ASSALAMU ‘ALAIKUM….ASSALAMU ‘ALAIKUM…” setiap paginya.Setelah itu barulah kotak infaq diedarkankannya dari bangku penumpang depan sampai bangku pennumpang belakang.Mereka juga sebagaimana halnya Pengemis ada yang bener2 ditugaskan mencari dana tapi banyak juga yang memanfaatkan tugas seperti untuk mengemis.
Dan yang kedua itu orang sering menyebutnya adalah “PENGEMIS BERSERAGAM”.
Mereka mengemis ada yang memang bener-bener butuh uang untuk makan dan hidup.Namun ada juga yang mengemis dijadikannya sebagai sebuah pekerjaan alias mata pencaharian.Ada yang buta, baik buta yang bener-bener buta ataupun yang pura-pura buta sambil menggunakan kaca mata hitam dan tongkat, Ada juga si buta yang dituntun oleh temannya yang sehat.
Ada anak kecil yang nyebarin amplop bertuliskan ”Mohon bantuan untuk biaya sekolah dan untuk makan sehari-hari, Terimakasih.” Ada pengemis yang pincang beneran tapi ada juga yang pincang bohongan. Ada juga yang berpuisi, padahal tampangnya seperti preman.Ada ibu-ibu yang mengemis dengan mengorbankan bayinya dengan di gendong seharian di bawah guyuran hujan dan panggangan sinar matahari.Semua itu dilakukan dengan harapan penumpang bus yang berjumlah ± 54 orang menjadi lebih kasihan dan lebih banyak memberikan sumbangan recehannya.Tapi alhamdulillah jarang ada pengemis yang masih muda dan mudi alias remaja belasan tahun.
Kita patut bersyukur jika generasi muda kita tak menjadi pemalas seperti pengemis-pengemis itu. Selanjutnya adalah si Peminta Sumbangan. Biasanya ia mengaku dari Pondok Pesantren atau petugas Pembangunan Masjid bagian Pencari dana.Mereka berseragam seperti kotoran cicak ”HITAM PUTIH”.Sebelum mereka berjalan membawa kotak amal dan di sodorkan kepada para penumpang bus yang ingin berinfaq, mereka biasanya akan mengoceh bak burung beo yang hanya di ajarkan untuk mengucapkan “ASSALAMU ‘ALAIKUM….ASSALAMU ‘ALAIKUM…” setiap paginya.Setelah itu barulah kotak infaq diedarkankannya dari bangku penumpang depan sampai bangku pennumpang belakang.Mereka juga sebagaimana halnya Pengemis ada yang bener2 ditugaskan mencari dana tapi banyak juga yang memanfaatkan tugas seperti untuk mengemis.
Dan yang kedua itu orang sering menyebutnya adalah “PENGEMIS BERSERAGAM”.
No comments:
Post a Comment
Sahabat katakan sesuatu untuk dasir..perkataanmu kan memotivasiku untuk terus berkarya...